Senin, 25 Juni 2012

Futur




Bismillahirahmanirrahiim.... Ok Lanjut lagi yaa...^_^


Jadi kita balik lagi neh ke pertanyaan utamanya yaitu :
“Kalau kita merasa jauh sama Allah bagaimana cara kita agar dekat lagi sama Allah, terus mau melakukan ibadah terasa Malas dan ngga punya Semangat?”

Hmm..kalo boleh ana sederhanakan saja, kita sering mengistilahkan fenomena ini dengan istilah “FUTUR”. Secara lughat (bahasa), futur adalah putus setelah bersambung atau tenang setelah bergerak; malas, lambat, pelan, setelah rajin dan bersungguh-sungguh. Masalah futur ini kaitannya dengan kadar keimanan seseorang, kondisi iman seseorang sifatnya fluktuatif, nah.. kondisi futur adalah kondisi dimana Iman seseorang sedang menurun, dalam Al-Qur’an kita bisa mentadaburi surat al-Anfal :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal (Q.S Al-Anfal : 2)”

Ayat ini mengindikasikan bahwa Iman itu bisa bertambah, secara logika bila bisa bertambah tentu bisa juga berkurang atau Stabil (tidak bertambah/berkurang). Lebih jelas diterangkan dalam beberapa hadits :

”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.” (HR Ibn Hibban)

Rasulullah SAW pernah bersabda pada riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash ra :

”Setiap amal itu ada masa semangat dan ada masa lemahnya. Barangsiapa yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia telah beruntung. Namun barangsiapa yang beralih kepada selain itu, berarti ia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad)

,dan seperti yang ana katakan di awal fenomena seperti ini bukanlah suatu fenomena yang baru, futur ini adalah fenomena yang sudah sering terjadi pada kita dan siapa saja, bahkan kalo kita melihat sejarah kita akan teringat kisah…, kisah siapa Hayoooo…?

“Yaa..betul…!” Kisah Nabiallah Yunus ‘Alaihi salam,

Allah mengutus Nabi Yunus kepada penduduk Naynawi. Dia menyuruh penduduk di tempat itu untuk menyembah Allah dan meng-Esa kan-Nya. Namun, mereka tidak beriman sehingga nabi Yunus merasa sesak dadanya berada di tengah mereka dan dia marah, lalu apa yang terjadi Ikhwatifillah…Nabi Yunus memutuskan untuk tidak melanjutkan da’wahnya ia memilih pergi dengan sebuah Kapal di sungai Tigris, kalo bahasa kasar kita nya mah..lari dari amanah gitu…hayooo ada yang tersindir neh sepertinya he.., lalu Allah pun memberikan pelajaran penting bagi nabi Yunus atas ketidaksabarannya dalam berda’wah. Kapal itu bergoyang hebat dan hampir saja tenggelam. Orang-orang yang berada di atas kapal akhirnya melakukan undian siapa yang akan dibuang ke laut sebagai usaha untuk meringankan beban kapal itu, dalam 3 kali undian ternyata undian itu jatuh kepada Nabi Yunus. Maka, merekapun melemparkan nabi Yunus ke laut dan dia pun ditelan Ikan besar atas perintah Allah. Maka Nabi yunus bertobat dan minta ampun kepada Allah.

“masih ingat do’anya Nabi Yunus yang masyhur dalam Al-Qur’an…?” Na’am ada di surat Al-Anbiya
“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:” Laa Ilaaha Illaa Anta Subhaanaka Innii Kuntu Minazh Zhaalimiin" (Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."). (Q.S Al Anbiya : 87)

Hafalin ya..Ikhwatifillah…karena ada juga hadits yang menyebutkan :

Sa’ad bin Malik r.a meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan nama Allah yang teragung, yang jika ia diseru dengannya, maka ia akan menyambut dan jika Ia diminta dengannya, maka ia Akan memberi?” (Yaitu) doa yang digunakan oleh Nabi Yunus ketika berseru dalam (kondisi) tiga kegelapan, “:” Laa Ilaaha Illaa Anta Subhaanaka Innii Kuntu Minazh Zhaalimiin" (Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."). Salah seorang berkata , “Wahai Rasulullah, apakah itu untuk Nabi Yunus secara khusus atau untuk kaum Mukminin secara umum?” Rasulullah bersabda, “Tidakkah kau dengar firman Allah, “Maka Kami memperkenankan doanya dan menyelamtakannya dari kedudukan,Dan demikanlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (H.R Al-Hakim)

Kisah Nabi Yunus ini juga diabadikan Allah dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. (Q.S Ash-Shaaffaat : 139-145)”

Nah selain Kisah nabi Yunus coba kita simak juga kisah Salah seorang sahabat rasulullah saw yaitu Hanzhalah ibn Rabi’ r.a.

Ketika Abu Bakar berkunjung dan menanyakan kabarnya, Hanzhalah pun menjawab, “Hanzhalah telah Munafiq!”. Terperanjat Abu Bakar, lalu ia berkata, “Subhanallah, apa yang engkau ucapkan?”. Lalu kata Hanzhalah, “Kita sering bersama rasulullah, beliau mengingatkan kita tentang surge dan neraka seolah-olah kita melihatnya dengan mata kepala. Namun ketika kita keluar dari sisi rasulullahbercengkrama dengan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan kita pun banyak melupakannya.”
“Demi Allah ! Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti ini!”, sahut Abu Bakar membenarkan.
Setelah itu merekapun menayakan hal ini kepada Rasulullah, lalu Rasulullah pun menentramkan hati mereka dengan Sabdanya :

“…Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Seandainya kalian selalu dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam berdzikir, niscaya Malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur, dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi sesaat demi sesaat, wahai Hanzhalah..! Sesaat demi sesaat wahai Hanzhalah, sesaat demi sesaat!” (H.R Muslim dalam shahihnya dari Hanzhalah)

“Subhanallah…!” ternyata Nabi dan Sahabat Rasul yang mulia saja pernah merasakan futur ikhwatifillah.., yaa..apalagi kita yang secara kualitas keimanan bisa dibilang jauh dari mereka…~_~”

“Eits..tapi harus adil ya berpikirnya…karena ana sering menyaksikan kita suka menjadikan kelemahan-kelamahan para Nabi dan Rasul ataupun para Sahabat yang sifatnya manusiawi juga sebagai excuse atas kelemahan kita, seperti contoh kata-kata ana di atas, tetapi untuk hal-hal yang sifatnya Tauladan-tauldan Kebaikan justru kita malah sering berhujjah dengan sifat kemulian mereka dengan melontarkan kalimat : 

“Ah..wajarlah itu kan Nabi/Rasul, kita akan hanya manusia biasa jadi ya..mana bisa…”

“Ikhwatifillah bukankah Nabi dan Rasul atau sahabat juga manusia biasa..?” harus kita fahami bahwa salah satu hikmah diturunkannya Nabi dan Rasul dari kalangan kita (manusia) justru supaya tidak ada lagi Hujjah atau alasan bagi kita untuk tidak mau menjalankan syari’at-Nya.

Ok..balik lagi ke masalah Futur, kalo kita simak dua kisah tadi kita bisa mengetahui beberapa penyebab yang dapat menjadikan kita futur diantaranya:

1. Lingkungan yang tidak kondsif, sudah kita lihat betapa beratnya Nabi Yunus berada di tengah-tengah lingkungan yang sudah begitu jauh dari nilai-nilai kebenaran sehingga menyebabkan ia futur.

2. Kalo dari kisah Hanzhalah kita bisa mengetahui bahwa berlebih-lebihan dalam perkara yang mubah lalu melupakan akhirat juga bisa menyebabkan kita futur.

3. Penyebab lainnya bisa karena Suka bersendiri dan berjauhan dari jamaah


“Sesungguhnya setan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing,
ia akan menerkam kambing yang keluar dan menyendiri dari kawanannya. Karena itu,

jauhilah perpecahan, dan hendaklah kamu bersama jama'ah dan umat umumnya”

(HR. Ahmad & Tirmidzi)


4. Membatasi aktivitas pada aspek tertentu saja, sehingga muncul rasa jemu lalu lama kelamaan menjadi futur.

Ali bin Abi Thalib ra berkata: Sesungguhnya hati ini bisa bosan sebagaimana badan bisa bosan; maka hiburlah dia dengan cerita-cerita lucu dan hikmah. Dan Aisyah berkata kepada Lubaid bin Umair: Janganlah membuat orang menjadi bosan dan putus asa. Dan Al-Zuhri jika ditanya tentang hadits dia menjawab: Selingilah dan barengilah pelajaran hadits dengan yang lainnya sehingga jiwa menjadi terbuka. Ibnu Mas’ud t berkata: Hiburlah hati, sebab hati yang benci akan menjadi buta. (Al-Adabus Syar’iyah, Ibnu Muflih 2/102)

5. Kurang memahami makna Syukur

Tau kah ikhwatifillah diantara hikmah diulangnya ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” dalam surat Ar-Rahman, “sebanyak 31 kali ya kalo ga salah…? Coba dicek lagi sendiri ya…he..!”, itu adalah untuk menunjukkan bahwa betapa banyak dosa yang kita perbuat yang penyebabnya adalah karena kurangnya kita bersyukur terhadap nikamt-nikmat yang telah diberikan-Nya, kita sering menggunakan mata, kaki, tangan, dan segala macam nikmat lainnya yang Allah berikan justru untuk bermaksiat kepada-Nya.

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).(Q.S Ibrahim :34)

Ini sebatas yang ana ketahui tentang penyebab-penyebab futur, mungkin kalo antum/na mencari sumber-sumber lain masih banyak lagi yang dapat menjelaskan mengenai sebab-sebab futur. Namun mudah-mudahan apa yang ana sampaikan mencukupi,lalu selanjutnya yang terpenting adalah bagaimana ketika futur menghampiri kita.

“Nah..Ikhwatifillah sebenernya caranya sederhana, namun mungkin aplikasinya yang kadang masih kita rasa berat untuk dijalankan, karena futur ini termasuk perkara hati, maka ingat apa obat saja hati..? Lupa…?” kalo gitu yuk kita bernasyid sejenak :


“Obat hati ada lima perkaranya

Yang pertama baca Quran dan maknanya

Yang kedua sholat malam dirikanlah

Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perpanjanglah
Salah satunya siapa bisa menjalani
Moga-moga Gusti Allah mencukupi”

(Obat hati – Opick)

“Nah..sudah inget kan sekarang?” itu lah kira-kira yang bisa membantu kita bangkit dari futur, seringkali kita dengar nasehat obat hati itu,namun nampaknya karena terlalu sering malah menjadi seperti angin lalu, padahal kalo kita pahami secara benar, insya Allah itu sudah memadai.
  • Baca Al-Qur’an dan Maknanya
Kalo kita flashback sejenak ke ayat al-qur’an yang menceritakn tentang kisah Nabi Yunus a.s :
“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. (Q.S Ash-Shaaffaat : 139-145)”
Jelas disitu disebutkan bahwa kalo saja Nabi Yunus tidak banyak mengingat Allah maka ia akan tetap dalam keadaan tercela dan tidak akan diselamatkan oleh Allah, maka bisa kita katakan bahwa cara untuk bisa bangkit dari futur adalah dengan banyak mengingat Allah, nah membaca Al-Qur’an adalah salah satu cara mengingat Allah yang paling baik.
  • Mendirikan Shalat Malam
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Q.S Al-Israa :79”)
  • Berkumpulah dengan orang-orang Saleh
Sudah kita ketahui di awal bahwa lingkungan yang kurang kondusif dan menjauh dari jama’ah adalah penyebab futur maka solusinya hijrahlah ke lingkungan yang berisi orang-orang yang saleh. Salah satu solusi yang ana tawarkan adalah ikutilah Liqo-liqo Tarbawi, hal ini sudah pernah ana coba bahas di Note ana sebelumnya yang berjudul : TARBIYAH ( + MIND Explanation Series) kalo berkenan silahkan dibaca kembali
  • Perbanyak Berpuasa
insya Allah Sudah banyak Dalil-dalil yang menjelaskan tentang keutamaan berpuasa, jadi ana rasa tidak perlu ana sampaikan lagi, tapi yang pasti dengan puasa ini melatih kesabaran kita, belajar dari kisah Nabi yunus lagi bahwa beliau futur salah satu sebabnya juga karena ketidaksabarannya.
  • Dzikir
Untuk dzikir ana menyarankan di Pagi dan Petang, ana rekomendasikan antum/na bisa menggunakan dzikir Al-Ma’tsurat yang isinya merupakan kumpulan dzikir dari al-Qur’an dan Hadits yang dicontohkan oleh Rasulullah,

“Hmm…mungkin diantara antum/na sekalian ada yang masih mempertanyakan, “bagaimana mungkin kita mau melakukan amalan-amalan tersebut sedangkan kondisi kita saja sedang futur?”

Kalo seperti itu ana hanya bisa menyampaikan seperti yang Rasulullah sampaikan kepada hanzhalah, namun kali ini ana sampaikan kepada antum/na, ^_^ :

sesaat demi sesaat, wahai Saudaraku..! Sesaat demi sesaat wahai Saudaraku, sesaat demi sesaat!”
(lain waktu ana harap gantian antum/na yang ingatkan ana )

“Ya…sesaat demi sesaat…perlahan saja dan bertahap…Mulailah dengan memaafkan diri kita sendiri dulu, 
lalu mulailah dari amalan yang kita rasa paling mudah untuk kita lakukan,..kalo masih berat juga ingat ayat ini dan azamkan :

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S At-Taubah : 41)

dan Akhirnya Mari..kita bangkit dari Futur”

“Nah..gimana Ikhwatifillah..Insya Allah sudah jelas ya…!”

Oh iya ada satu lagi yang ingin ana sampaikan, Sebenernya yang paling menetukan kita untuk bisa bangkit dari futur adalah diri kita pribadi, karena sebesar apapun motivasi yang dating dari luar diri kita sendiri lah yang akan menetukan, disinalah pentingnya “TARBIYAH DZATIAH” Apa itu Tarbiyah Dzatiah..? intinya seh : Suatu proses pembinaan yang dilakukan dari, oleh dan untuk diri kita sendiri, tentang Tarbiyah Dzatiaah ini belum memungkinkan untuk ana bahas saat ini, Insya Allah lain waktu.

Kalo bicara mengenai tentang Futur ini, ana jadi teringat masa-masa dua tahun silam saat-saat baru masuk fase pasca kampus, itulah masa dimana ana merasakan futur, betapa jauh droop nya kondisi ruhiah ana, terkenang wajah-wajah kalian Saudaraku, apakah kalian merasakan yang sama?”

”Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika” ”Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu” Aamiin... (Hadist Riwayat at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Hakim dishahihkan oleh adz-Dzahabi)

Sudut pandang lain mengenai futur

Dengan adanya futur sebagai fitrah pada manusia, membuat kita bisa mengetahui kondisi hati kita. Dosa-dosa akan membuat hati gelisah dan merasa sedih, kegelisahan dan kesedihan ini terkumpul menjadi satu dalam hati sesaat setelah melakukan dosa dan kesalahan. Ini adalah ciri orang yang hatinya dipenuhi keimanan, mereka tidak akan pernah merasakan kelezatan dan kebahagiaan dengan sempurna selamanya dalam perbuatan maksiat. Saat melakukan maksiat , secara spontan kegelisahan memenuhi hatinya, akan tetapi bagi orang yang hatinya sudah dipenuhi dengan hawa Nafsu maka perasaan ini akan tertutupi. Oleh karena itu, siapa saja yang hatinya tidak lagi merasa gelisah ketika berbuat maksiat, maka segeralah mengoreksi kadar keimanannya, dan hendaknya ia meratapi kematian hatinya.

Malik bin Dinar pernah berkata, “bila hati tidak lagi merasa sedih dan gelisah , maka ia telah rusak sebagaimana rumah yang runtuh karena tidak lagi dihuni.”

Kesedihan dan kegelisahan bukan saja menjadi standar selamatnya hati. Akan tetapi lebih dari itu, menurut Hasan Al Bashri kesedihan dan kegelisahan merupakan salah satu penyebab masuknya seseorang ke dalam surga. Ia berkata , “ Seorang Mukmin pasti tidak luput dari dosa. Akan tetapi ia akan selalu merasa sedih karena dosa yang ia perbuat, sampai akhirnya ia masuk surga.”

Ibnu Qayyim berkata, ”Saat-saat futur bagi seseorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang masa futurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasan oleh Allah) dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah, diharapkan ketika pulih ia akan berada dalam kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitas ibadahnya yang disukai Allah adalah yang dilakukan secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.” (Madarij As-Salikin)

Ikhwatifillah…sekali lagi ana tegaskan tidak ada manusia yang terlepas dari futur, karena memang manusia terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat dosa, manusia terbaik adalah manusia yang apabila dia berbuat dosa, maka ia segera bertaubat kepada Allah

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”,(Q.S Ali –Imran : 133)

Bahkan jika ada suatu kaum yang tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mengganti kaum tersebut dengan kaum yang berbuat dosa kemudian bertaubat kepada Allah dan Allah mengampuninya. Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a dia berkata Rasulullah saw bersabda,

Demi Dzat yang diriku di Tangan-Nya, kalau saja kalian tidak berbuat dosa, Allah akan lenyapkan kalian dan Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa lantas mereka memohon ampun kepada Allah, hingga Allah mengampuni meeka (H.R Muslim)

Sebelum ana akhiri tulisan ini ana ingin mengucapkan Jazakumullah Khair kepada antum/na yang sudah menjadi motivasi dan Inspirasi ana untuk menulis selama ini dan mohon maaf atas segala keterbatasan ana yang belum mampu membantu antum/na secara maksimal…semoga lewat tulisan ini ada Kebaikan yang bisa diberikan Aamiin..yaa Rabbal’alamiin.

“Alaa qad balaghtu…Allahumma Faasyhad…”
‎"Fa Maa Uriidu Illal Ishlaaha Maastatha'tu"

Alhamdulillahirabbil ‘alamin…Al haqqu min Rabbik fa laa taquunanna minal mumtarin,
Subhaanakallahumma wa bihamdika asyhadu alaa ilaaha illa anta astghhfiruka wa atuubu ilaika..

Wallahu a’lam bi shawab


Bekasi, 9 Rabbi’al Awwal 1433 H
Muhmmad Haritzahzen

Senin, 14 Mei 2012

MIMPI


Catatan ini untuk seorang sahabat yang bertanya tentang “Mimpi”, belakangan topik ini menjadi menarik bagi ana karena di kantor pun tidak jarang hal ini menjadi perbincangan.

Suatu waktu ana mendengar seorang teman di kantor berkata :
 “ Eh..kalo mimpi liat Jamur, kira-kira yang keluar Nomer berapa ya…?” (ana yakin antum/na mengerti Nomer yang dimaksud..so tidak perlu ana jelaskan lebih lanjut yee..)
Dalam hati ana, “Loch..apa kaitan Jamur dengan Nomer ya????, ada-ada aja…!” ^_^

ya..begitulah kira-kira realitas sebagian masyarakat kita, ternyata masih ada dan mungkin saja banyak yang masih seneng dengan hal-hal yang berbau mistik tanpa dasar yang jelas…

Islam tidak pernah menafikan adanya hal-hal yang memang bersifat Ghaib, jelas dalam Al-Qur’an Allah Subhanu wa ta’alaa berfirman :

Alif Laam Miim. Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada merekadan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhiratMereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S Al- Baqarah : 1-5)

Bahkan Beriman kepada yang ghaib menjadi salah satu dari ciri-ciri dari orang yang bertaqwa, namun menyikapi perkara-perkara yang ghaib haruslah hati-hati jangan sampai nantinya kita jatuh kepada kemusyrikan, seperti contohnya tadi Mempercayai bahwa mimpi sebagai sumber rezeki dengan menabirkan mimpi secara sembarangan, atau ada lagi seperti kasus mempercayai Ramalan bintang, mengunnakan Jimat, atau Jampi-jampi untuk kebal, dll.

Berhati-hatilah saudaraku “dosa syrik itu satu-satunya dosa yang tidak akan dimaafkan”  oleh Allah Subhanahu wa Ta’alaa

Eits…tapi jangan salah pengertian yaa..,

Sebagian orang masih ada yang bingung mengenai dosa syirik ini dan menganggap ayat Al-Qur’an Kontradiksi karena terdapat ayat yang  Menyatakan bahwa Allah Tidak mengampuni Dosa syirik, tetapi di ayat lain Allah menyatakan mengampuni Dosa Syirik .
Perhatikan ayat berikut :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S An-Nisaq : 48)

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya (Q.S An-Nisaa : 116)

Lalu simak juga ayat berikut yang sepertinya kontradiksi dengan ayat sebelumnya  :

Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kelalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (Q.S An-Nisaa : 153)

Tidak usah bingung Ikhwatifillah…pada dasarnya setiap Dosa itu bisa diampuni selama seseorang itu 
bertaubat, JADI KUNCINYA adalah TAUBAT

Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.SAz-Zumar:53)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini : “Ayat yang mulia ini merupakan seruan kepada orang-orang yang bermaksiat, baik orang-orang kafir atau lainnya, untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah). Ayat ini juga memberitakan bahwa Allah Tabaraka Wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa semuanya bagi orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa tersebut dan meninggalkannya, walaupun dosa apapun juga, walaupun dosanya sebanyak buih lautan. Dan tidak benar membawa arti pengampunan Allah (dalam ayat ini) dengan tanpa taubat, karena orang yang tidak bertaubat dari syirik tidak akan diampuni oleh Allah. [Tafsir Ibnu Katsir, surat Az-Zumar: 53]

Simak juga penegasan pengampunan terhadap dosa syirik  (tapi tentu dengan syarat bertaubat yaa ^_^) pada ayat berikut :

, “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (Q.S Al-Anfal : 38)

Tuh..bahkan kata Allah kalo orang Kafir mau beriman dianggap ngga ada deh dosa yang dah dulu-dulu…kalo kata pegawai SPBU mah…”Mulai dari Nol yaa…!” he..^_^.., balik lagi dah kaya bayi yang baru lahir jadi belom punya dosa.

“Nah…selain itu coba dipikir juga..Jika dosa syirik tidak diampuni dengan taubat, maka seruan para rasul akan menjadi sia-sia…donk, ..?”
karena mayoritas bangsa Arab sebelum kedatangan dakwah Nabi Muhamad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang musyrik. Dan mereka berhenti dari kemusyrikan mereka adalah disebabkan keimanan mereka, dan bertaubatnya mereka dari kemusyrikan

yang tidak diampuni dosanya sebagaimana yang disebutkan pada ayat 48 dan 116 surat An-Nisaa maksudnya adalah orang kafir dan musyrik yang mati dalam kekafiran dan kemusyrikannya, artinya bahwa ia mati sebelum sempat bertaubat.

Orang-orang beriman yang nantinya masuk neraka karena perbuatan dosanya masih mungkin Allah ampuni dan dimasukkan ke dalam surga,berdasarkan hadits qudsi berikut :

Tatkala penduduk surga masuk ke dalam surga dan penduduk neraka masuk ke dalam neraka, maka Allah berkata, “Barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat keimanan sebesar biji sawi, maka keluarkanlah dari (neraka).” Maka dikeluarkan orang-orang yang sudah terbakar dan menjadi arang. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam sungai kehidupan. Mereka lalu tumbuh sebagaimana tumbuhnya biji-bijian yang dibawa banjir-atau perawi mengatakan lafazh hamiyyati sebagai ganti dari lafazh hamim as-sail- Nabi bersabda , “tidak tahukah kalian bahwasanya ia tumbuh kekuning-kuningan dan berselimut.” (H.R Bukhari)

 tapi  lain halnya bila matinya dalam keadaan musyrik maka sudah tidak memungkinkan lagi untuk bisa masuk ke dalam surga,  kenapa…? Ya..karena syirik menjadi satu-satunya dosa yang tidak bisa diampuni lagi apabila belum sempat bertaubat sebelum ajal menjelang.

Tapi tetep Na’udzubillahi min dzalik deh , walaupun orang yg masih punya iman semuanya akan masuk surga tapi kalo kita mah jangan sampe harus mampir dulu ke neraka…yee…Aamiin..

“So..Ikhwatifillah…wa laa tamuutunna illa wa antum muslimun…yee..!” ^_^

Yuk..sama-sama kita berdo’a :

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (Q.S Ali-Imran : 8)

Aamiin…~_~

Ok kembali ke topik awal kita yuuukkk…!

Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap Mimpi,
 Ikhwati fillah dalam Islam secara umum mimpi itu terbagi menjadi tiga, berdasarkan pada hadits

dari ‘Auf bin Malik Radiyallahuanhu, bahwasanya Nabi salallahu’alaihi wa salam bersabda :
“Sesungguhnya mimpi itu ada tiga, di antaranya ahawil dari syaithan untuk menyusahkan anak Adam (Manusia), kemudian apa yang diinginkan oleh seseorang dalam keadaan terjaganya(ketika tidak tidur), kemudian dilihat dalam tidurnya. Dan mimpi yang merupakan satu bagian dari 46 bagian Nubuwah (kenabian) (Shahih Ibnu Majah (2/240))

Ringkasnya :
1.       Ru’ya shalihah (mimpi baik), yaitu mimpi yang baik yang tidak sedikitpun mengandung sesuatu yang dibenci oleh orang yang melihatnya.

2.       Ru’ya (mimpi) yang dinamakan juga Ru’ya al-khathir (lintasan pikiran), yang dinamakan juga oleh Nabi salallahu’alaihi wa salam dengan bisikan jiwa seseorang. Karena sibuknya alam pikiran seseorang dengan suatu permasalahan lalu dia tertidur, kemudian dia melihat hal-hal yang menyibukkan pikirannya tadi. Ini termasuk hal-hal yang tidak ada bahaya ataupun manfaatnya.

Hmm..jadi inget waktu kuliah dulu…^_^ pas malem hari diwaktu UTS/UAS hayooo ngaku siapa yang dulu belajar nya ampe kebawa-bawa mimpi…apa lagi pas mata kuliah Kimia Organik…yg pas ngigo.. tangan nya sampe  melintir-melintir gara-gara Konfigurasi R sama S ^_^” he...

3.       Ru’ya (mimpi) yang merupakan upaya syaithan untuk menimbulkan rasa dukacita bagi oang yang melihatnya. Sering juga disebut sebagai Hulm.

Hadits Abu Qatadah dari Nabi shalallahu’alaihi wa salam beliau bersabda : “Mimpi yang benar adalah dari Allah sedangkan hulmu adalah dari syaithan (H.R Bukhari dan Muslim)

Dari abu Qatadah dari Nabi shalallahu’alaihi wa salam :

“Mimpi yang benar adalah dari Allah dan alhulm dari syaithan. Maka jika seseorang kamu mengalami hulm, hendaklah dia berlindung daripadanya, lalu meludah ke arah kirinya, maka itu tidak akan membahayakannya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Nah..kalo kita flashback ke sirah…kisah tentang mimpi yang masyhur disebut dalam al-Qur’an ada kisah

Nabi Ibrahim

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Q.S Ash-Shaaffaat :102)

Kisah Nabi Yusuf :

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari takbir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S Yusuf 4-6)

 Nabi Muhammad :

(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.(Q.S Al-Anfal : 43)

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (Q.S Al-Fath : 27)

Ikhwati tentunya juga masih inget donk Kisah tentang mimpi Nabi Muhammad yang sebelum perang uhud,yang diceritakan kepada para sahabat ketika lagi syuro untuk memutuskan apakah akan bertahan di dalam kota madinah atau menyambut musuh di luar Madinah, coba buka lagi deh Shirah Nabawiyahnya di bagian  “Majlis Permusyawaratan untuk Menetapkan Strategi Defensif”  kalo yg karangan Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri ada di halaman 282,, coz kalo ana harus tulis lagi di sini khawatir nanti terlalu panjang Note nya ^_^…terus kalo terlalu panjang notenya nanti ana diprotes lagi deh…he

Tidak hanya Nabi, mimpi para sahabatpun banyak yang dikisahkan diantaranya :

Al Imam Al Hakim meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Abdillah bin Amr bin ‘Utsman, katanya : Keislaman Khalid bin Sa’id bin Al-‘Ash termasuk yang mula-mula, dan dia lebih dahulu masuk Islam daripada saudara-saudaranya. Daan awal mula Islamnya ialah karena dia melihat suatu mimpi, seakan-akan dia sedang berdiri di bibir neraka, lalu dia sebutkan luasnya yang hanya Allah yang mengetahuinya. Dia lihat dalam mimpi itu seakan-akan ayahnya mendorongnya ke dalam neraka, dan dia lihat rasulullah shalallahu’alaihi wa salam memegang pinggangnya agar tidak terjatuh. Dia tersentak dai tidurnya lalu berkata “Saya bersumpah demi Allah, ini adalah mimpi yang benar.” Kemudian dia bertemu dengan Abu bakr bin Abi Quhafah, lalu dia menceritakannya. Abu Bakr berkata kepadanya : “Ada kebaikan yang diinginkan denganmu. Inilah Rasulullah, sesungguhnya kamu akan mengikutinya dan masuk Islam, yang akan melindungimu agar tidak terjatuh ke dalam neraka itu.”

Setelah itu dia bertemu dengan Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam di Ajyad, dia pun berkata “Hai Muhammad, kepada apa kamu berda’wah?” beliau berkata : “Saya mengajak manusia kepada Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, serta mencabut semua yang kamu yakini, seperti penyembahan kepada batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak member manfaat dan tidak tahu siapa yang menyembahnya dan siapa yang tidak.”

Kata Khalid : “Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang Haq kecuali Allah, dan engkau adalah Rasul Allah.”Keislamannya ini sangat menyenangkan Nabi.

Simak juga Kisah Abdullah bin Umar berikut :
Di waktu remajanya ia pernah bermimpi yang oleh rasulullah dita’birkan bahwa qiyamul lail itu nantinya akan menjadi campuran tumpuan cinta Ibnu Umar, tempat tersangkutnya kesenangan dan kebahagiannya. Nah, marilah kita dengar cerita tentang mimpinya itu :

“Di masa Rasulullah saya bermimpi seolah-olah di tanganku ada selembar kain beludru. Tempat mana saja yang saya ingini di surge, maka beludru itu akan menerbangkanku ke sana…lalu tampak pula dua orang yang mendatangiku dan ingin membawaku ke neraka. Tetapi seorang malaikatmenghadang mereka, katanya : “Jangan Ganggu..!” maka kedua orang itu pun meluangkan jalan bagiku…

Oleh hafshah, yaitu saudaraku, mimpi itu diceritakannya kepada Rasulullah. Maka sabda Rasulullah :
“Akan menjdi laki-laki yang paling utamalah Abdullah itu, andainya ia sering shalat malam dan banyak melakukannya!”

Maka semenjak itu sampai ia pulang dianggil Allah, Ibnu Umar tidak pernah meninggalkan Qiyamul Lail baik di waku ia Mukim aau Musafir. (Dikutip dari buku Karakteristik perihidup  60 Sahabat Rasulullah- Khalid Muh. Khalid) 

Kalo dari generasi Tabiin tentang mimpi kita akan banyak mendengar kisah dari M uhammad Ibnu Sirin…ana pribadi seh.. belum sempet baca buku beliau, tapi kalo rekan-rekan mau beli ada yang terjemahannya terbitan GIP judulnya “Tafsir Mimpi Menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah”, nanti kalo dah ada yang baca Share yee…!”

Ok..lanjut..,  mungkin ada yang berfikiran, “lantas Apakah mimpi yang bisa dita’wilkan hanya mimpi orang-orang yang shaleh saja..?”

Jawabannya “tidak”, karena lafadz hadits tentang mimpi ini umum ditujuakan untuk seluruh manusia bahkan orang kafir pun terkadang bisa mendapatkan mimpi yang benar (maksudnya ada ta’wilnya), contohnya adalah kisah dua orang tahanan yang bersama Nabi Yusuf dipenjara dan Mimpi dari Raja Mesir yang dikisahkan juga dalam Al-Qur’an

Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. Berkatalah salah seorang di antara keduanya: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras anggur." Dan yang lainnya berkata: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung." Berikanlah kepada kami takbirnya; sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (menakbirkan mimpi). (Q.S Yusuf : 36)

Hai kedua penghuni penjara, "Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamar; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku)." (Q.S Yusuf : 41)

Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang takbir mimpiku itu jika kamu dapat menakbirkan mimpiMereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menakbirkan mimpi itu." (Q.S Yusuf : 43- 44)

Namun begitu mimpi mereka (orang kafir) sangat jarang benarnya. Hal ini karena kekejian dan kekafiran mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan pada umumnya mimpi mereka adalah dari Syaithan. Akan tetapi kadang mereka melihat mimpi yang benar, selain itu masih dipertanyakan, apakah mimpi tersebut berasal dari Wahyu atau kita katakana satu dari 46 bagian kenabian?

Al Imam Al – Qurthubi menjawab hal ini, beliau mengatakan :

“Jika dikatakan bahwa mimpi yang benar itu adalah satu bagian dari kenabian, bagaimana mungkin orang yang kafir dan pendusta serta kacau keadaannya memperoleh atau bisa mendapatkannya?”
Jawabnya ialah bahwasanya orang yang kafir, fajir (Jahat), fasik dan pendusta itu, meskipun suatu ketika mimpi mereka benar, itu bukanlah dari wahyu dan bahkan juga bukan dai nubuwwah. Karena tidaklah semua yang benar dalam berita tentang perkara ghaib, lantas beritanya merupakan nubuwwah. Dan sudah dijelaskan dalam surat Al-An’am bahwa seorang dukun atau yang lainnya (paranormal dan sejenisnya) kadang-kadang menyampaikan suatu berita dengan pernyataan yang benar (haq) lalu dibenarkan(dipercayai). Akan tetapi hal itu sangat jarang dan sedikit sekali. Demikian pula mimpi mereka ini (Tafsir Al-Qurthubi (9/124))

Oya…kelupaan…satu  lagi yang harus difahami tentang mimpi para nabi Allah dan Rasul itu tidak sama dengan mimpi manusia lainnya, karena mimpi mereka adalah wahyu dari Allah Subhanhu Wa ta’alaa.

Ok..lanjut lagi ya , terus apa aja seh Sunnah yang dianjurkan ketika kita melihat Mimpi?”

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radiyallahuanh bahwasanya dia mendengar Nabi Shalallahu’alaihi wa salam bersabda : “Jika salah seorang kalian melihat mimpi yang disukainya maka itu adalah dari Allah, hendaklah dia memuji Allah karenanya, lalu ceritakanlah. Dan jika dia melihat selain itu dari mimpi yang tidak disukainya, maka itu adalah dari syaithan. Hendaklah dia berlindung dari kejahatannya, dan jangan menceritakannya kepada siapapun, maka itu tidak akan membahyakannya.” (HR Bukhari)

Dari Hadits tersebut bisa kita ketahui berarti ketika kita mendapat mimpi yang baik, pertama adalah  disunnahkan  Memuji Allah atas mipi itu. Falyahmidillaha ‘alaihaa (hendaklah dia memuji Allah karenanya).  Lalu selanjutnya untuk mimpi yang baik ini boleh diceritakan, eits tapi jangan menceritakannya ke sembarangan  orang  yaa…karenaa di sebagian riwayat disebutkan :

“Maka jika salah seorang kalian melihat mimpi yang disukainya janganlah dia ceritakan kecuali kepada orang yang dicintainya.” (Lihat Fathul Bari (12/368), diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Radiyallahuanh).

Dalam riwayat lain :

“Dan jangan dia kisahkan kecuali kepada orang yang menyayangi atau mempunyai pandangan.” (H.R Ahmad (4/10), dishahihkan dalam shahih Sunan Abu dawud,(3/947))

Dalam riwayat lain :

“Dan janganlah dia kishakan kecuali kepada orang yang alim (berilmu) atau pemberi nasehat (Ash Shahihah (1/186 no.120), lihat juga Fathul bari( 12/369))

dalam Al-Qur’an surat Yusuf  ayat 4 yang ana kutip sebelumnya pun sebenernya juga sudah dijelaskan, di situ kita lihat bagaimana Nabi Yakub ‘alaihi salam menasehati Nabi Yusuf ‘alaihi salam  untuk tidak menceritakan mimpinya itu kepada saudaranya yang lain, karena nabi Yakub tau bahwa saudara-saudara Nabi Yusuf yang lain iri hati kepada nabi Yusuf (keculi adiknya yang paling bungsu – Bunyamin)

So..jangan sembarangan juga menceritakan mimpi kita yaa sekalipun itu adalah mimpi yang baik.

Lalu bagaimana untuk mimpi yang buruk,

1.       mengucap ucapan do’a Isti’adzah (berlindung)
dalilnya Masih dari Hadits Abu sa’id Al Khudri Radiyallahuanh  di atas,

nah kalo untuk do’anya ini yang bisa kita ucapkan :
“Jika salah seorang kamu melihat dalam mimpinya apa yang tidak disukainya, hendaklah dia berkata ketika bangun tidur :”a’uudzubimaa ‘aadzat bihi malaaikatullahi wa rasuluhu min syarri ru-yaa ya hadzihi an yushiibanii fiihaa maa akrahu fii diinii wa dunyaa ya. (Aku berlindung dengan sesutau yang para Malaikat Allah dan Rasul-rasul-Nya berlindung dengannya dari kejahatan mimpiku ini (jangan sampai) aku ditimpa apa yang tidak aku sukai dalam urusan dien dan duniaku.)” (dishahihkan oleh Ibnu Hajar , Fathul Bari 12/371)

2.       Meludah ke arah kiri, dalil nya  hadits  dari abu Qatadah yang ana kutip sebelumnya di awal
Dari abu Qatadah dari Nabi shalallahu’alaihi wa salam :

“Mimpi yang benar adalah dari Allah dan alhulm dari syaithan. Maka jika seseorang kamu mengalami hulm, hendaklah dia berlindung daripadanya, lalu meludah ke arah kirinya, maka itu tidak akan membahayakannya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

3.       Menukar Posis tidurnya
Di dalam shahih Muslim, dari Jabir diriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada Nabi shalallahu’alaihi wa salam) :

“Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang tidak disukainya, maka hendaklah dia meludah kea rah kirinya tiga kali dan berlindung kepada Allah dari syaithan tiga kali, lalu mengubah posisi tidur yang sebelumnya.” (HR Muslim, dengan Syarh An-Nawai, 15/19)
4.      
Bangun dan menegakkan shalat

Dalilnya diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radiyallahuanh, bahwa Rasulullah bersabda :
“Maka jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang tidak disukainya, hendaklah dia bangun dan Shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 15/21)

5.       Tidak menceritakannya kepada siapapun
Dalilnya  juga masih bisa kita lihat dari  Hadits Abu sa’id Al Khudri Radiyallahuanh.

Ya iyalah..orang mimpi yang baik aja ga boleh sembarangn diceritakan..ya apalagi mimpi yang buruk yaa sudah tidak usah diceritakan.

Nah..Ikhwatifillah untuk efektifnya kalo kita mimpi buruk sebenernya yaa cukup bangun terus shalat dah…insya Allah dengan shalat sudah mencukupi, karena shalat menghimpun sunnah-sunnah yang telah disebutkan hadits-hadits di atas.

Dengan shalat berarti otomatis akan terdapat aktifitas seperti berpindah (mengganti Posisi), lalu meludah sebanyak 3 kali bisa kita lakukan ketika berkumur-kumur dalam wudlu,( coba bayangin kalo kita ambil sunnah meludah 3 kali ke arah kiri saja..mending kalo disebelah kita Jendela…lah kalo yang tidur di sebelah kiri kita Suami/Istri/Saudara kita gimana…? Masa mau kita ludahin he… ^_^), lalu ucapan do’a Istiadzah juga bisa kita baca dalam shalat, ditambah lagi baca surat-surat yang disunnahkan bisa menjauhkan kita dari syaithan seperti ayat kursi…Insya  Allah mencukupi.

Nah..ini saja kiranya yang dapat ana share…lebih dari ini afwan jiddan tidak ada pengetahuan ana padanya terlebih bila harus menjelaskan kaifiyah menafsirkan mimpi,

jadi kesimpulannya benar bahwa mimpi yang baik itu bisa di ta’wilkan, namun perlu difahami bahwa ilmu tentang ta’wil mimpi adalah termasuk ilmu para Nabi dan sebagian orang beriman yang Allah Kehendaki, wallahu’alam setelah generasi Tabi’in seperti salah satunya Muhammad Ibnu Sirrin apakah masih ada para ulama yang menguasainya, yang pasti ikhwatifillah jangan sembarangan menceritakan mimpi antum/na kepada seseorang yaa… selain itu meskipun mendapatkan mimpi yang baik janganlah hanya bersandar kepada mimpi tersebut sehingga kita malas atau bahkan menjadi tidak mau berusaha ingat firman Allah :

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Q.S Ar-Ra’d : 11)

Alhamdulillahirabbil ‘alamin…Al haqqu min Rabbik fa laa taquunanna minal mumtarin,  
Subhaanakallahumma wa bihamdika asyhadu alaa ilaaha illa anta astghhfiruka wa atuubu ilaika..

Wallahu a’lam bi shawab

Have a Nice Dream, ~_~ Z…z..Z…z…

Kamar Tidur, 22 Jumadil Akhir 1433 H, 11:30 PM
Muhammad Haritzahzen


Rabu, 01 Februari 2012

Kutipan Risalatul 'Aqaaid


Bismillahirrahmaanirrahiim
“Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii”
Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS. Thoha: 25-28)

“Bacanya yang sabar ya…pelan-pelan aja ^_^, sungguh ana ingin sekali antum/na bisa memahami dan ikut merasakan manfaat yang ana rasakan..”
Tulisan kali ini pun motivasi penulisannya masih berasal dari pertanyaan seorang sahabat, beberapa waktu yang lalu ana mendapatkan SMS yang berisi pertanyaan kira-kira seperti ini :
“Kalau kita merasa jauh sama Allah bagaimana cara kita agar dekat lagi sama Allah, terus mau melakukan ibadah terasa Malas dan ngga punya Semangat?”
…ketika ana membaca sekilas pertanyaan tersebut, dalam hati ana berkata :

“hmm…fenomena seperti ini mah… memang sering terjadi dikalangan kita termasuk ana pribadi”

Setelah sedikit bergumam, lalu ana-pun mulai menyalakan laptop untuk menuliskan apa yang ingin ana sampaikan terkait pertanyaan itu, sambil menunggu Loading…melihat laptop yang senantiasa setia menemani ana selama ini,jadi teringat memori 3 tahun silam saat-saat dimana mulai berjuang bersama-sama para Aktivis Da’wah di Kampus dulu… ah betapa Rindunya dengan masa-masa itu…, dimanapun kalian berada wahai sahabat, ana do’akan semoga kita senantiasa Istiqamah dalam kebaikan Aamiin…

“Ok..laptopnya dah Stand by neh…Lanjut yuk..!”

Nah..Ikhwatifillah…ketika ana membaca sekali lagi redaksional pertanyaan itu dengan lebih seksama ana sempat termenung sejenak… tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran ana, ketika membayangkan tentang Jauh dan Dekat dengan Allah, entah darimana datangnya tiba-tiba dalam pikiran ana muncul sebuah pertanyaan baru “Aina Allah” (Dimanakah Allah)…?

Seketika itu ana beristighfar karena khawatir apa yang terlintas difikaran ana itu bukanlah sesuatu yang baik, teringat Hadits :

Ibnu Abbas radiyallahuanhu meriwayatkan bahwa ada beberapa orang yang berpikir tentang Dzat Allah Subhanahu wa ta’alaa, maka Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan (Dzat) Allah, karena kalian tidak mungkin akan mampu mengetahui hakikatnya.”

Imam Al-Iraqi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilyah dengan sanad yang dhaif. Juga diriwayatkan oleh Al-Ashbahani dalam kitab At-Targhib wat Tarhib dengan sanad yang lebih Shahih. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Abu Syaikh.
Apapun riwayatnya, yang jelas maknanya Shahih

Namun begitu, tetap saja rasa penasaran hinggap dihati ana, karena ana yakin tidak mungkin ana sendiri yang pernah terbesit pertanyaan semacam ini dan ana menjadi tertarik bagaimana pandangan orang lain terhadap pertanyaan ini, dan bagiamanapun, rasanya ana ingin tetap ada penjelasan yang menetramkan hati dan pikiran tentang permasalahan ini sehingga tau bagaimana seharusnya berfikir dan bersikap.

Lalu ana pun mulai mencari informasi yang mengkaji tentang pertanyaan ini (“Aina Allah” (Dimanakah Allah)…?)

Nah…benar saja dugaan ana Ikhwatifillah…ternyata terhadap pertanyaan ini pun juga terdapat perbedaan pandangan.
  1. Ada yang berpendapat menafsirkan ayat dan hadits bahwa Allah benar-benar secara Dzat (Hakiki) bukan Majazi (Kiasan), berada di ATAS.
Allah itu adanya di langit dan di atas Arsy. Itulah keterangan yang benar sesuai dengan informasi yang Allah SWT tetapkan sendiri dalam Al-Quran Al-Kariem. Beberapa dalil yang digunakan :

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S Al-Araf : 54)

Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (Q.S Al-Mulk :16-17)

“Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda, Kasihanilah yang bumi maka kamu akan dikasihani oleh Yang DI LANGIT”. (HR. Tirmidzi).


2. Lalu ada juga yang berpendapat : menafsirkan ayat dan hadits tentang keberadaan Allah secara Majazi (Kiasan)

Dalam kitab Iqozhul Himam Syarah Al Hikam dijelaskan: “Dan telah berkata Sayyidina Ali (semoga Allah muliakan wajahnya) Al Haqq (Allah) Ta’ala bukanlah dari sesuatu, dan bukan di dalam sesuatu, dan bukan di atas sesuatu dan bukan di bawah sesuatu, karena jika Allah dari sesuatu sungguh Dia diciptakan, jika Dia di atas sesuatu sungguh Dia bisa dibawa, jika Dia di dalam sesuatu maka sungguh Dia bisa terkurung, dan jika di bawah sesuatu maka Dia bisa dipaksa. Dan dikatakan kepada Sayyidina Ali: Wahai anak pamannya Rosulullah SAW, dimana Tuhan kita berada? Atau apakah dia bertempat? Maka berubahlah muka Sayyidina Ali dan beliau diam sesaat, kemudian beliau berkata : Perkataan kalian dimana Allah adalah pertanyaan tentang tempat, dan Allah itu ada, dan tempat belum ada, kemudian Allah ciptakan waktu dan tempat, dan Dia sekarang sebagaimana Dia ada, tanpa tempat dan tanpa waktu”
Allah tidaklah berada di langit sebagaimana awalnya Allah ada seperti hadits berikut ini :
“Allah ada dan tidak ada sesuatupun sebelumnya, dan ‘Arsynya Allah ada di atas air, dan Allah menulis di lauhul mahfudz segala sesuatu, kemudian Allah ciptakan langit dan bumi”. (HR. Imam Bukhori)
Hadits lainnya :
“Sesungguhnya Allah telah menentukan takdir para makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arsynya ada di atas air” (HR. Imam Muslim)
Dimana Allah ketika langit belum tercipta, dimana Allah ketika itu 50.000 tahun lamanya?
Adapun ayat-ayat yang secara harfiyah menunjukkan Allah ada di atas, di langit, di mana-mana, tidak boleh kita artikan secara harfiyah atau lahiriyah saja karena bisa berakibat Syirik. Karena menyatakan Allah sama dengan makhluk, yang membutuhkan tempat dan waktu. Itu semua mempunyai arti kiasan, contoh : Allah ada di atas, di langit itu berarti Allah Maha Tinggi, bukan berati dzat Allah ada di atas, ada di langit, boleh ditunjuk ke atas.
Allah tidak di atas, tidak di depan, tidak di belakang, tidak di bawah, tidak di samping, tidak dimana-mana. Tidak boleh menunjuk Allah di atas, seperti banyak disebutkan orang, “Serahkan saja sama yang di atas”. Ini bisa Syirik jika diartikan dzat Allah ada di atas atau di langit. Allah berfirman, “Laysa Kami-Tslihii Syay-Uw Wahuwas Sami’ul Bashir”, “Tidak ada yang menyerupai Allah dan Dia Maha Mendengar Maha Melihat”,
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Menyimak dua pendapat di atas ana malah jadi semakin bingung Ikhwatifillah…malah muncul lagi pertanyaan baru di benak ana, “Sebenarnya bagaimana seh..batasan dalam menafsirkan atau menta’wilkan Ayat-ayat dan Hadits?”
Selama kira-kira dua minggu pikiran ana tersita oleh permasalahan ini, mencoba berdiskusi dengan beberapa orang sahabat namun belum juga cukup menetramkan hati dan pikiran ini, sampai pada suatu waktu sekitar ba’da Isya ana melanjutkan membaca buku Majmuatur Rasail (Kumpulan Risalah) Karya Imam Syahid Hasan Al Banna, saat itu sampai pada Bab Risalatul ‘Aqaaid (Risalah Aqidah), Subhanallah, Walhamdulillah Wallahuakbar….ana merasakan Allah memberikan petunjuk kepada hamba-Nya yang sedang kebingungan, pas sekali momentumnya disaat ana membutuhkan penjelasan …di kumpulan Risalahnya ternayata Imam Syahid juga memberikan perhatiannya terhadap masalah ini , tidak dibahas secara panjang lebar namun ana merasa penjelasan beliau bijak dan menetramkan.

tidak sebatas pada pertanyaan ini saja Ikhwatifillah, lebih umum beliau menjelaskan ternayata para ulamapun berselisih terhadap penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat.

Berikut ana kutip sedikit pemaparan Imam Syahid terkait masalah ini :

Di dalam Al-Qur’an dan Sunnah ada Sejumlah ayat dan Hadits yang lahirnya seolah menggambarkan keserupaan Allah dengan sebagian sifat makhluk-Nya. Kami akan menyebutkan sebagiannya untuk contoh, kemudian kami menyertakan beberapa komentar tentangnya. Kita memohom taufik kepada Allah, agar dapat menjelaskan yang benar mengenai masalah ini, di mana telah sekian lama diperdebatkan manusia hingga masa ini. Juga agar Dia menjauhkan kita dari kekeliruan serta memberikan ilham kebenaran kepada kita. Dia-lah Dzat yang mencukupi kita dan Dia-lah sebaik-baik pelindung.

Beberapa Contoh Ayat Sifat

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa Dan tetap kekal Wajah­11 Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (Q.S Ar-Rahman : 26-27)

Demikian juga makna setiap ayat yang menyebut kata “Wajah” yang disandarkan kepada Allah

“Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain. yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan Yaitu: 'Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya'. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah Mata12 (pengawasan)-Ku” (Q.S Thaha : 37-39)

Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan Dan buatlah bahtera itu dengan mata-mata13(pengawasan) dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang yang lalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Q.S Hud :36-37)

Demikian juga pengertian setiap ayat yang menyebut kata “Mata” yang disandarkan kepada Allah.

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan14 Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (Q.S Al-Fath :10)

“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan 15Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka16; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. ….” (Q.S Al-Maidah : 64)

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan tangan17 Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?” (Q.S Yasin : 71)

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri18 (siksa)- Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)”. (Q.S Ali – Imran : 28)

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?" Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri19 Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib".(Q.S Al- Maidah : 116)

“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy20.” (Q.S Thaha : 5)
Demikian juga makna ayat-ayat yang semisal yang menisbatkan kata “bersemayam” kepada Allah.

“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas21 semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya” (Q.S Al-An’am :61)

“atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit22 bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (Q.S Al-Mulk : 16)

“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik23 perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (Q.S Fathir : 10)

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti24 Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S Al-Ahzab : 57)

“dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh25 (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.” (Q.S At-Tahrim : 12)

“Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah26 Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.” (Q.S Al- Fajr : 21-22)

Beberapa Contoh Hadits Sifat

Dalam beberapa Hadits yang mulia juga disebutkan beberapa kata yang senada dengan kata yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, yang dinisbatkan kepada Allah, seperti wajah, tangan, dan semisalnya. Maka kami merasa cukup dengan mengutipnya dalam ayat, hingga tidak perlu disebutkan lagi. Namun ada beberapa lafal sejenis lainnya yang dinisbatkan kepada Allah, kami menyebutkannya sebagian yaitu :

Abu Hurairah Radiyallahuanhu meriwayatkan bahwa Nabi Salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “ Allah menciptakan Adam dengan bentuknya27, tingginya enam puluh hasta. Ketika selesai menciptakannya, Dia berkata, “Pergi dan berikan salam kepada mereka itu (Sekelompok malaikat yang tengah duduk-duduk) dan dengarlah salam yang akan mereka ucapkan kepadamu. Sebab ia adalah salam untukmu dan untuk anak turunmu.” Adam pun berkata, “ Assalamu’alaikum” Malaikat menjawab, “Assalaamu’alaika salam warahmatullah” Mereka menambahkan “Warahmatullah”. Setiap orang yang masuk surge berbentuk seperti Adam. Setelah itu, penciptaan selalu berkurang, hingga sekarang.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik Radiyallahuanhu meriwayatkan bahwa Nabi Salallahu ‘alaihi wa salam bersabda. “Neraka Jahanam senantiasa dilempari penghuni, lalu ia berkata, “Apakah ada tambahan lagi?” Hingga Allah –Rabbul Izzati meletakkan telapak kaki28-Nya. Maka mengkerutlah Jahanam itu dan berkata, “Cukup, cukup, demi kehormatan dan kemuliaan Mu.” Dan di Surga senantiasa ada kelebihan, hingga Allah menciptakan suatu makhluk untuk menempati kelebihan di Surga.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah Radiyallahuanhu meriwayatkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Allah lebih Gembira29 dengan Taubat salah seorang dari kalian daripada (kegembiraan) seseorang dengan barangnya yang hilang, saat menemukannya kembali (H.R Bukhari dan Muslim)
-------------------------------------------------------------------------------------------------
11)Maksudnya adalah Dzat-Nya. Zamakhsyari berkata, kata “Wajah” itu digunakan untuk menyebut keseluruhan tubuh dan dzat. Orang-orang miskin Makkah berkata, “manakah wajah Arab yang dermawan, yang akan mengentaskan aku dari kehinaan?”
12)Maksudnya, ia terdidik di bawah pemeliharaan dan penjagaan-Ku
13)Maksudnya dengan pengawasan-Ku dan ketika Kami melihatmu. Rabi’bin Anas berkata, “Dengan penjagaan Kami terhadapmu, yaitu penjagaan Dzat yang Maha Melihat mu. “Ibnu Abbas Radiyallahuanhu berkata, “Dengan penjagaan Kami.”
14)Maksudnya di atas tangan-tangan yang mereka gunakan untuk berbai’at pada nabi, artinyabahwa Allah mengawasi bai’at mereka, lalu memberi balasan mereka atas bai’at tersebut.
15)Tangan Allah terbelenggu, hingga tidak mengucurkan rezeki pada kita. Kaum Yahudi menyebut kata ini sebagai kiasan bahwa Allah itu bakhil (Mahasuci Allah dari tuduhan keji mereka,pent.)
16)Sungguh-sungguh dalam menyatakan sifat dermawan. Allah dipuji dengan menyebut tangan untuk menyatakan pemberian-Nya yang teramat banyak. Sebab puncak kedermawanan adalah seseorang dermawan yang memberikan dengan tangannya sendiri.
17)Maksudnya Kami mencipta dan mengerjakannya sendirian, tanpa sekuu dan penolong.
18)Artinya Allah memerintahkan untuk takut kepada-Nya
19)Maksudnya, Engkau mengetahui apa rahasiaku dan apa yang tersembunyi dalam batinku yang telah engkau ciptakan, sedang aku tidak mengetahui sesuatu pun yang Engkau khususkan untuk diri-Mu, tentang hal-hal ghaib dan Ilmu-Mu.
20)’Arsy itu singasana raja. Tentang bersemayam, Abu Hasan Al-Asy’ari dan yang lain berkata, “Allah bersemayam di atas ‘arsy-Nya, tanpa batasan dan tata cara sebagaimana bersemayamnya makhluk. “Abdullah bin Abbas radiyallahuanhu, berkata, maksudnya, Allah menciptakan apa yang telah ada dan terus ada hingga hari kiamat, serta setelah kiamat.”
21)Makna “Di atas Hamba-Nya” adalah kekuasaan dan kemenangan, yakni mereka di bawah pengendalian-Nya, bukan “di atas” dalm konteks tempat. Sebagaimana anda mengatakan, “Raja ada di atas rakyatnya,” yakni memiliki kedudukan dan kemuliaan di atas mereka.
22)”Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit”, maksudnya adalah Dzat yang kekuasaan-Nya di langit. Qurthubi berkata, “disebut kata Langit” secara khusus meskipun kerajaan menyeluruh, untuk mengingat bahwa Tuhan adalah yang kekuasaan-Nya terlaksana di langit, bukan yang mereka agungkan di bumi.”
23)Maksudnya, diketahui oleh Allah. “dinaikkan-Nya” artinya diterima oleh-Nya “perkataan-perkataan yang baik” adalah kalimat tauhid yang berasal dari aqidah yang benar.
24)Maksudnya, orang-orang kafir yang menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak dinisbatkan kepada-Nya;misalnya mempunyai anak dan sekutu. Dan mereka juga mendustakan rasul-Nya.
25)Yakni, Aku mengutus Jibril untuk meniupkan salah satu ruh yang Kami ciptakan, yaitu ruh Isa ‘Alaihi salam.
26)Maksudnya, datanglah perintah dan keputusan-Nya.
27)Yakni dengan bentuk Adam ‘alaihisalam . Hafidz Al-Asqalani berkata, “Maknanya, bahwa Allah menciptakannya pertama kali sudah dalam bentuknya yang sempurna, tanpa melalui tahapan pertumbuhan dan tidak mengalami perjalanan di dalam rahim, sebagaimana anak cucunya. Allah menciptakannya dalam bentuk laki-laki sempurna,semenjak ruh ditiupkan kepadanya.”
28)Az-Zamakhsyari berkata, “meletakkan telapak kaki pada sesuatu, merupakan kiasan untuk mencegah dan menekan. Seolah-olah beliau Salallah ‘alaihi wasalam bersabda : “Maka datanglah perintah Allah kepada Neraka untuk mencegahnya dari meminta tambahan, maka ia pun tercegah.”
29)An-Nawawi meriweayatkan bahwa Al-Mazari berkata, “Kegembiraan itu terbagi dalam beberapa makna, antara lain kesenangan. Dan, kesenangan itu mirip dengan keridhaan terhadap yang membuat senang. Maka yang dimaksud di sini bahwa Allah ridha terhadaptaubat hamba-Nya melebihi keridhaan orang yang menemukan kembali hartanya yang hlang. Hadits itu menyebut keridhaan dengan kata “gembira” untuk menegaskan makna ridha di telinga pendengarnya, juga untuk menunjukkan makna superlatifnya.”
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Dalam Memahami Masalah ini, Lahirlah Empat Kelompok

1. Satu kelompok mengambil zahir teks sebagaimana adanya. Mereka menyatakan Allah mempunyai wajah seperti wajah makhluk, tangan atau beberapa tangan seperti tangan mereka, tawa seperti tawa mereka, dan begitu seterusnya, sampai-sampai mereka mengasumsikan Tuhan sebagai orangtua dan sebagian yang lain mengasumsikan-Nya sebagai seorang pemuda. Mereka adalah kelompok yang memvisualkan dan menyerupakan Allah Subhanahu wa ta’alaa dengan makhluk. Sungguh, mereka tidak mewakili Islam sedikitpun dan ucapan mereka tidak memiliki bagian kebenaran sedikitpun. Untuk menolak mereka, cukuplah dengan firman Allah :

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Asy-Syura : 11)

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (Q.S Al-Ikhlas : 1-4)

2. Kelompok kedua mengabaikan makna-makna yang terkandung dalam lafal-lafal di atas dalam segala bentuknya. Mereka bermaksud menghapus secara total kandungan maknanya dari Allah. Maka Allah menurut mereka adalah Dzat yang tidak berbicara, tidak mendengar, dan tidak melihat. Sebab Sifat-sifat itu tidak mungkin ada keculai dengan anggota badan. Sedangkan anggota badan harus dinafikan dari Allah . Dengan begitu, sebenarnya mereka mengingkari sifat-sifat Allah, tetapi menampakkan diri seolah me-Maha sucikan-Nya. Mereka adalah kelompok yang mengingkari sifat Allah. Sebagian pakar sejarah aqidah Islam menyebutnya sebagai kelompok Jahmiyah.

Saya tidak yakin bahwa seseorang yang memiliki sepenggal akal bisa membenarkan kata-kata yang rancu ini. Lihatlah, telah nyata bahwa ucapan, pendengaran, dan penglihatan pada sebagian makhluk terjadi tanpa adanya anggota badan? Maka bagaimana mungkin kalam Dzat yang Maha benar tergantung kepada anggota badan? Maha Suci, Maha tinggi, Maha besar Allah dari semua penyifatan itu.

Dua kelompok ini batil dan tidak ;layak diperhatikan. Dan, dihadapan kita tinggal dua pendapat yang menjadi obyek pengkajian para ulama aqidah. Yaitu pendapat Ulama Salaf dan Ulama Khalaf.


MADZHAB ULAMA SALAF TENTANG AYAT DAN HADITS SIFAT

3. Ulama salaf -semoga Allah meridhai mereka- berkata, “Kita mengimani ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut sebagaimana adanya dan menyerahkan penjelasan tentang maksudnya kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa . Mereka menetapkan adanya tangan, mata, beberapa mata, bersemayam, tertawa, takjub, dan sebagainya. Namun hakikat maknanya tidak kita pahami. Karena itu kita serahkan penguasaan pengetahuan tentangnya kepada Allah. Lagipula Rasulullah telah melarang kita dari hal itu dalam sabdanya, “Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan (Dzat) Allah, karena kalian tidak mungkin akan mampu mengetahui hakikatnya.”

Imam Al-Iraqi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilyah dengan sanad yang dhaif. Juga diriwayatkan oleh Al-Ashbahani dalam kitab At-Targhib wat Tarhib dengan sanad yang lebih Shahih. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Abu Syaikh.

Mereka semua (Ulama Salaf) – semoga Allah meridhai mereka- memastikan tidak ada keserupaan antara Allah dan makhluk-Nya. Kami suguhkan kepada anda ungkapan mereka dalam hal tersebut :

a. Abdul Qasim Al-Lalikai meriwayatkan dalam Ushulus Sunnah dari Muhammad bin Al Hasan, sahabat Abu Hanifah –semoga Allah meridhai mereka-bahwa ia berkata, “Seluruh ahli fiqih dari timur hingga barat sepakat mengimanai Al-Qur’an dan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang terpercaya dari Rasulullah, tentang sifat Allah Azza wa Jalla, tanpa penafsiran, visualisasi, dan tanpa penyerupaan. Barangsiapa yang saat ini menafsirkan sebagian sifat Allah, maka sungguh ia telah keluar dari ajaran nabi dan telah memisahkan diri dari Jamaah. Sebab Jamaah (Rasul dan Sahabat) tidak memvisualisasikan dan tidak menafsirkan. Mereka hanya memfatwakan dengan apa yang ada dalam kitab dan sunah, kemudian diam.”

b. Al-Khallal menyebutkan dalam As-Sunnah dari Hanbal, Dan Hanbal menyatakan dalam beberapa bukunya, seperti As-Sunnah wal Mihnah, “Saya (Hanbal) bertanya kepada Abu Abdillah tentang hadits-hadits yang meriwayatkan bahwa Allah turun ke langit dunia, Allah melihat, Allah meletakkan telapak kaki-Nya, dan hadits-hadits yang serupa?” Maka Abu Abdillah menjawab, “Kita mengimaninya dan membenarkannya; tanpa bertanya bagaimana, apa maknanya, dan tanpa menolak sesuatupun darinya. Kita tahu bahwa apa yang di bawa rasulullah itu benar, jika sanad nya shahih kita tidak menolak firman Allah Subhanahu wa ta’alaa dan Allah tidak disifati dengan sesuatu melebihi apa yang Dia sifatkan untuk diri-Nya, tanpa batas dan tanpa ujung. Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya.

c. Harmalah bin Yahya berkata, saya mendengar Abdullah bin Wahb berkata, saya mendengar Malik bin Anas berkata, “Barangsiapa memvisualisasi-kan salah satu sifat Dzat Allah, seperti firmannya, “Berkatalah orang-orang Yahudi “Tangan Allah terbelenggu,” dengan mengarahkan tangan ke lehernya, dan seperti firman-Nya, “Dan Dia Maha mendengar dan maha Melihat,” dengan menunjuk ke telinga, mata atau sebagian dari kedua tangannya, maka ia telah menghilangkan sifat itu dari-Nya, karena ia menyamakan Allah dengan dirinya.” Kemudian Malik Berkata,”Tidakkah kau mendengar ucapan Al-Barra’ketika bercerita bahwa Nabi tidak berkurban dengan empat kurban;dengan isyarat tangannya sebagaimana Nabi salallahu’alaihi wa salam berisyarat.” Kemudian Al-Barra berkata,”Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah.” Jika Al-Barra’tidak suka memvisualisasikan tangan Rasulullah sebagai penghormatan terhadapnya, padahal beliau adalah makhluk. Maka bagaimana dengan Al-Khaliq yang tiada sesuatupun yang menyeruapi-Nya.

d. Abu Bakr Al-Atsram, Abu Amr Ath-Thulmanki, dan Abu Abdullah bin Abu Salamah Al-Majisyun meriwayatkan ungkapan panjang mengenai hal ini yang diakhiri dengan kalimat, “Apapun yang Allah sifatkan untuk-Nya dan yang dianamai melalui lisan Rasul-Nya, maka kita menamainya, sebagaimana Ia menamai diri-Nya. Kita tidak memaksakan suatu sifat selain yang telah ditetapkan; tidak ini tidak juga itu. Kita tidak mengingkari sifat yang ditetapkan-Nya dan tidak memaksakan diri untuk mengetahui sifat yang tidak diberitakan oleh-Nya.

Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu- bahwa keterlindungan dalam agama adalah berhenti pada pemberhentian yang ditetapkan agama dan tidak melampaui batas yang telah ditetapkan untukmu. Sebab pilar agama adalah mengenal yang ma’ruf dan mengingkari yang munkar. Karena itu, sesuatu yang telah dijelaskan dengan luas oleh pengetahuan, nurani menerimanya dengan puas, induknya ada dalam Kitab serta Sunnah, dan ilmunya telah diwarisi secara bergenerasi oleh umat, maka jangan takut menyebutnya dan menyifati Tuhanmu dengan sifat yang telah ditetapkan oleh-Nya. Sebaliknya, sifat yang berasal dari perkiraan, jiwamu mengingkarinya, dan anda tidak menjumpainya dalam kitab Tuhanmu serta hadits Nabimu, maka jangan memaksakan diri untuk mengetahuinya dengan akalmu, jangan menyatakannya dengan lisanmu, dan diamlah sebagaimana Tuhanmu tidak menyatakannya untuk dirinya. Sebab memaksakan diri mengetahui sifat yang tidak ditetapkan-Nya untuk diri-Nya sama dengan mengingkari sifat yang telah ditetapkan-Nya.

Jika engkau menganggap salah besar orang-orang yang mengingkari sifat Allah, maka anggap juga salah besar orang-orang yang memaksakan diri menyifati Allah dengan sifat yang tidak ditetapkan-Nya. Demi Allah, terhormatlah kaum muslimin yang mengenal kebaikan, sehingga dengan pengenalan mereka itu kebaikan dikenal dan yang menginghkari kemunkaran, sehingga dengan pengingkaran mereka kemungkaran itu diingkari. Juga yang mendengar sifat yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam Al-Qur’an dan sifat sejenisnya yang sampai kepada mereka dari Nabi-Nya. Karena itu tidak akan sakit hati kaum muslim yang menyebut dan menamai Allah dengan nama tersebut. Dan Mukmin tidak akan memaksakan diri menyifati kekuasaan-Nya serta menamai Allah dengan nama lain.

Sifat yang dinyatakan Rasulullah sebagai sifat Tuhannya, itu setingkat dengan sifat yang ditetapkan Allah tentang diri-Nya. Orang-orang yang mendalam ilmunya adalah yang membatasi diri sesuai batas keilmuannya, menyifati Tuhan mereka sesuai dengan sifat yang telah ditetapkan-Nya untuk diri-Nya, meninggalkan apa-apa yang tidak disebutkan-Nya, tidak mengingkari sifat yang telah ditetapkan-Nya, dan tidak memaksakan diri untuk menyifati-Nya dengan sifat yang tidak ditetapkan-Nya. Sebab kebenaran itu terletak pada sikap meninggalkan apa yang ditinggalkan Allah dan menamai Allah dengan nama yang telah ditetapkan-Nya.

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Q.S An-Nisa :115)

Semoga Allah menganugerahi kita kearifan dan mempertemukan kita dengan orang-orang yang shalih.


MADZHAB ULAMA KHALAF DALAM MEMAHAMI AYAT DAN HADITS SIFAT

Telah saya jelaskan di muka bahwa para ulama salaf-semoga Allah meridhai mereka-beriman kepada ayat-ayat dan hadits-hadits sifat sebagaimana adanya dan menyerahkan penjelasan maksudnya kepada Allah, dengan keyakinan untuk menyucikan Allah dari penyamaan dengan makhluk-Nya.

Adapun ulama Khalaf, mereka berkata, “Kami menetapkan bahwa makna-makna kata dalam ayat-ayat dan hadits-hadits ini tidak dikehendaki lahirnya (zahirnya). Dengan demikian, ia merupakan kiasan yang boleh dita’wil. Maka mereka menta’wil “wajah” dengan Dzat, “tangan” dengan kekuasaan, dan semisalnya, dengan tujuan menghindari Syubhat penyerupaan. Berikut adalah contoh-contoh ungkapan mereka :

a. Abu Fajr bin Al-Jauzi Al Hanbali menyatakan dalam bukunya Daf’u Syu’batit Tasybih, Allah berfirman : Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”(Q.S Ar-Rahman : 27) Para Ahli tafsir mengatakan, “Tetaplah Tuhanmu.” Mereka juga berkata tentang firman Allah. “mereka menginginkan wajah-Nya.” (Q.S Al-An’am : 52) artinya “menginginkan-Nya.” Adh Dhahhak dan Abu Ubaidah berkata mengenai ayat, “Segala sesuatu itu hancur kecuali wajah-Nya” (Q.S Al-Qashash : 85) artinya ,”kecuali Dia.”

Ia juga menulis pasal tambahan dalam buku tersebut untuk membantah orang yang mengatakan bahwa berpegang pada makna tekstual ayat dan hadits tersebut adalah madzhab ulama salaf. Ringkasan dari apa yang dikatakan adalah, “pengambilan makna ayat secara tekstual adalah pemvisualisasian dan penyerupaan.” Sebab secara tekstual, lafal itu diartikan apa adanya. Maka tiada makna hakiki untuk kata “tangan” kecuali anggota tubuh, demikian seterusnya.

Adapun Ulama Salaf, mereka sebenarnya tidak mengambil makna ayat secara tekstual, namun diam tanpa membahasnya. Ia juga berpendapat bahwa penamaan ayat-ayat dan hadits-hadits sifat adalah penamaan bid’ah, tidak ada dalam kitab dan Sunah. Karena itu penamaan ini bukan hakiki, namun hanya untuk penyandaran semata. Ia berargumen untuk mendukung ucapannya dengan argumen yang amat banyak, namun tidak mungkin dipaparkan di sini.

b. Fakhruddin Ar-Razi mengatakan dalam bukunya Asasut Taqdis, “Ketahuilah bahwa teks-teks Al-Qur’an tidak mungkin dipahami secara tekstual karena beberapa hal :

Pertama, secara lahir firman Allah : “…dan supaya kamu diasuh di mata (di bawah pengawasan) -Ku. (Q.S Thaha : 39) mengandung makna bahwa Musa berada dan menempel di mata Allah itu dan bahkan berada di atas-Nya. Tentu saja pengertian ini tidak mungkin dilontarkan oleh seorang pun yang berakal.

Kedua, Firman-Nya, “Dan buatlah bahtera itu dengan mata-mata (pengawasan) dan petunjuk Kami…,” (Q.S Hud : 3) mengandung pengertian bahwa alat untuk menciptakan bahtera itu adalah mata itu sendiri.

Ketiga, penetapan kata “mata-mata”(banyak mata) untuk satu wajah adalah buruk sekali. Oleh karenanya harus dita’wil, yakni mengartikan lafal-lafal tersebut dengan makna “pemeliharaan dan pengawasan yang kuat.”

c. Imam Ghazali menyatakan di dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin, Jilid pertama, ketika sedang membicarakan penisbatan ilmu zhahir ke dalam ilmu bathin dan pembagian apa-apa yang diakibatkan olehnya, juga tentang ta’wil dan bukan ta’wil.
Bagian ketiga adalah sesuatu yang jika disebut secara jelas dapat dipahami dan tidak ada bahayanya, tetapi diungkap dengan kata kiasan, agar kesan yang ditimbulkan dalam hati pendengar lebih kuat. Misalnya sabda Rasulullah : “Sesungguhnya Masjid itu mengkerut karena Dahak, sebagimana mengkerutnya kulit karena api.30)“ Artinya, jiwa masjid dan keagungannya terhinakan dengan pembuangan dahak, Maka pembuangan dahak mempengaruhi nilai masjid, sebagaimana pengaruh api yang mengenai kulit. Sementara anda melihat bahwa lantai mesjid tidak mengkerut karena dahak.

30)Az-Zabidi menyatakan dalam syarah Ihya’ bahwa Al-Iraqi berkata, “Saya tidak menjumpai adanya hubungan hadits ini dengan rasulullah. Ia hanya kata-kata Abu Hurairah dan riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam bukunya.” Saya (Az-Zabidi) berkata,”Diriwayatkan juga oleh Abdurrazzaq dengan sanad yang hanya sampai pada Abu Hurairah Radiyallahuanhu. Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah juga diriwayatkan bahwa Rasulullah melihat Dahak di masjid di arah kiblat, lalu beliau bersabda, “Mengapa seseorang dari kalian menghadap Tuhannya, lalu berdahak di hadapan-Nya? Apakah dia mau didahaki mukanya ketika sedang bertatap muka?”

Juga seperti sabda Rasulullah, “Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya dengan kepala keledai” (H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Tentu, dari dimensi bentuk ia tidaklah berubah sama sekali, namun dari dimensi makna bisa saja terjadi. Karena kepala keledai di sini tidaklah yang sebenarnya, tetapi yang dimaksud adalah karakternya ; yakni pander dan bodoh. Jadi, barangsiapa mengangkat kepalanya sebelum Imam, kepalanya seperti kepala keledai dalam pengertian karakter bodoh dan pandirnya. Inilah yang dimaksud, bukan bentuknya.

Rahasia yang menyalahi lahirnya ini dapat diketahui dengan dalil logika dan syari’ah. Secara logika, adanya kemustahilan mengartikan lafal secara lahir, sebagaiman sabda Rasulullah : “hati seorang Mukmin itu ada diantara dua jari-jari Ar-Rahman.” (H.R Muslim dari Abdullah bin Umar). Sebab jika kita periksa hati seorang mukmin, tentu tidak mendapati jari. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa jari merupakan kiasan dai kekuasaan yang menjadi rahasia dan ruh jari yang tersembunyi. Dikiaskannya kekuasaan dengan jari karena pengaruh lebih mendalam yang memahamkan kekuasaan yang sempurna.

Mungkin kami akan memaparkan pembahasan seperti ini di tempat lain. Namun apa yang saya sebutkan ini agaknya telah cukup.

Sampai di sini jelaslah dihadapnmu metode Salaf dan Khalaf. Dimana dua metode ini menjadi pemicu perselisihan sengit di antara ulama ilmu kalam dari kalangan pemimpin umat Islam. Masing-masing kelompok memperkuat Madzhabnya dengan berbagai argument dan dalil. Padahal, jika engkau mengkajinya, maka akan mengetahui bahwa jarak perbedaan antara dua metode ini tidak ada artinya, jika masing-masing pihak meninggalkan sikap ekstrim dan berlebih-lebihan. Pembahasan bidang ini, kalaupun diperbincangkan dengan panjang lebar, tidak pernah sampai kecuali pada satu kesimpulan, yaitu penyerahan kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa. Inilah yang akan kami terangkan Insya Allah.


ANTARA SALAF DAN KHALAF

Engkau telah mengetahui bahwa Madzhab Salaf mengenai ayat-ayat dan hadits-hadits yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah adalah mengikuti apa adanya, tanpa menafsirkan dan menta’wilkan. Sedangkan madzhab ulama Khalaf adalah ment’wilnya dengan makna yang sesuai dengan kesucian Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya. Namun engkau tahu bahwa perselisihan antara kedua kelompok ini sangat meruncing, hingga menyebabkan saling melontarkan berbagai julukan fanatisme buta. Penjelasan menganai hal ini dapat dilihat dalam beberapa aspek :

Pertama, kedua kelompok sepakat dalam hal menyucikan allah dari penyerupaan dengan makhluk-Nya.

Kedua, masing-masing menegaskan bahwa yang dimaksud lafal dalam teks yang membicarakan Allah bukanlah apa yang tersurat di lahirnya, sebagaimana jika dinisbatkan kepada makhluk. Hal ini merupakan konsekuensi kesepakatan mereka dalam menafikan penyerupaan.

Ketiga, masing-masing kelompok mengetahui bahwa lafal itu diletakkan untuk mengungkapkan sesuatu yang ada dalam jiwa, atau yang tertangkap oleh indera yang berhubungan dengan ahli bahasa atau pembuat bahasa. Dan, bahasa-betapapun luasnya- tidak dapat menjangkau sesuatu yang yang tidak bisa dipahami hakikatnya oleh pemilik bahasa. Sementara hakikat lafal yang berhubungan dengan Dzat Allah termasuk dalam pengertian ini. Bahasa tidak akan mampu mengahdirkan pada kita suatu lafal yang menggambarkan hakikat-hakikat tersebut. Karena itu memaksakan diri untuk menetapkan makna pada lafal-lafal di atas adlah penipuan.

Jika hal ini telah jelas, maka Salaf dan Khalaf telah sepakat mengenai prinsip Ta’wil. Perbedaan di antara keduanya hanya bahwa Khalaf menambahkan pembatasan makna yang dikandung, karena keharusan me-Mahasucikan Allah dan karena menjaga aqidah orang awam dari Syubhat penyerupaan. Perbedaan semacam ini sebenarnya tidak sampai melahirkan guncangan.


Mendukung Madzhab Salaf

Kami berkeyakinan bahwa pendapat salaf, yakni diam dan menyerahkan ilmu mengenai berbagai makna kepada Allah, adalah selamat. Dan lebih layak diikuti, untuk mencegah Ta’wil dan pengingkaran.

Apabila anda termasuk orang yang dibahagiakan Allah dengan ketenangan iman dan disejukkan dadanya dengan embun keyakinan, maka jangan mengganti pendapat ini dengan pendapat yang lain. Di samping itu, kita berkeyakinan bahwa ta’wil-ta’wil kaum khalaf tidak mengharuskan jatuhnya vonis kekafiran dan kefasikan atas mereka. Juga tidak pula menjadikan munculnya pertikaian berlarut-larut antara mereka dan selainnya, dahulu maupun sekarang. Sungguh dada Islam lebih lapang daripada ini semua.

Orang yang paling kuat memegang pendapat Salaf yakni Imam Ahmad bin Hanbal juga menggunakan Ta’wil dalam beberapa hal. Antara lain ta’wil hadits,

“Hajar Aswad adalah tangan kanan Allah di muka bumi (Al Iraqi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Hakim dari Abdullah bin Umar, Hakim menyatakan Hadits ini Shahih).

Dan Sabda beliau salallahu ‘alaihi wa salam , “Hati seorang mukmin itu ada di dua jari-jari Ar-Rahman.” (H.R Muslim dari Abdullah bin Umar)

Juga sabda beliau, “Sesungguhnya saya mendapatkan Dzat Rahman dari arah Yaman.” (Al Iraqi berkata, Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah)

Saya melihat pendapat Imam Nawawi – semoga Allah meridhainya- dapat mendekatkan jarak perbedaan antara dua pendapat, sehingga tidak ada peluang lagi untuk bertikai dan berdebat. Apalagi kaum khalaf telah membatasi diri dengan membolehkan ta’wil dari berdasar logika dan Syari’at, selama tidak bertabrakan dengan salah satu prinsip agama.

Ar-Razi menyatakan dalam bukunya Asasut Taqdis, “Kemudian jika kami membolehkan Ta’wil, niscaya kita akan disibukkan untuk membuat ta’wil-ta’wil tersebut secara detail. Jika kita tidak membolehkannya, kita serahkan ilmu tentangnya kepada Allah. Inilah aturan global yang dapat dijadikan sandaran dalam memahami ayat-ayat Mutasyabihat. Dan hanya Allah yang member bimbingan.”

Ringkasnya, ulama salaf dan khalaf telah sepakat bahwa kandungan maksud itu bukan lahirnya lafal yang dikenal diantara makhluk. Dan inilah ta’wil secara global. Mereka juga sepakat bahwa semua ta’wil yang bertabrakan dengan prinsip Syari’ah tidak diperbolehkan. Karena itu perbedaan hanya terbatas pada penta’wilan beberapa Lafal dengan makna yang dibenarkan oelh syari’ah. Dan perbedaan ini sangat ringan, sebagaimana anda lihat, juga hal yang sebagian salaf sendiri sering menggunaknnya.

Persoalan penting yang harus menjadi pusat perhatian Kaum muslimin sekarang adalah penyatuan barisan dan pemaduan kata sedapat yang bisa kita lakukan.
Cukuplah Allah bagi Kami, dan Ia adalah sebaik-baik pelindung.

(Majmu’atur Rasa’il - Risalatul ‘Aqaaid – Hasan Al Banna)

“Nah..gimana...Ikhwatifillah..,Sudah lebih tenang kan sekarang dengan penjelasan dari Imam Syahid tersebut…?”


“Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat” (Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna.)


“Eh..tunggu dulu..rasanya ada yang kurang ya…^_^…?”


“Oiye..pertanyaan dari temen ana nya belum dijawab ^_^, huft…~_~”


afwan..afwan gara-gara sekelebat lintasan pikiran ana harus jadi panjang begini pemaparannya…habisnya ana pikir hal ini penting untuk disampaikan, karena hal ini terkait masalah aqidah, tapi walaupun begitu harapannya setelah hal ini jelas bagi kita, yuk…jangan hanya puas dengan ini saja…seperti yang Imam syahid sampaikan fokus kita tidak hanya untuk membahas apalagi terus berdebat sebatas hal-hal seperti ini saja masih banyak amal nyata yang harus kita kerjakan untuk meretas jalan kebangkitan umat Islam…so Lets do “TARBIYAH” ^_^


Ok..Mudah-mudahan masih pada semangat bacanya… he..^_^, kita tarik Nafas panjang dulu deh biar fokus lagi…