Selasa, 07 Mei 2013

Kutipan Karakteristik ke 16 & 28 Periode kedua (Sirah Nabawiyah) : Jahriyatu ad-Da’wah wa Sirriyatu At-tanzhim



KARAKTERISTIK KE-ENAM BELAS
Memanfaatkan Undang-Undang Masyarakat Musyrik (Undang-Undang Perlindungan dan Jaminan Keamanan)


Masyarakat jahiliah sangat menghargai Undang-undang perlindungan pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Jika seseorang yang lemah masuk ke dalam jaminan keamanan (jiwa) orang yang kuat maka orang tersebut dapat menikmati perlindungan kebebasan bergerak dan berpikir, sehingga pihak musuh tidak akan dapat mengganggunya sama sekali. Jika ada pihak yang mengganggunya maka ini berarti peperangan antara kedua belah pihak. Oleh sebab itu, orang yang mengumumkan atau memberi perlindungan haruslah orang yang mulia dan terpandang di kaumnya, mampu memberikan perlindungan dan memperhitungkan segala kemungkinan dadakan yang mungkin terjadi. Marilah kita membahas beberapa contoh dari perlindungan ini. Perlindungan pertama dalam masyarakat Mekah ialah perlindungan Abu Thalib kepada Muhammad Shalallahu’alaihi wa salam.

Berkata Ibnu Ishaq, “Paman Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam , Abu Thalib, Melindungi dan membelanya sehingga beliau terus melanjutkan Da’wahnya tanpa mempedulikan gangguan apapun. Ketika Quraisy melihat bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam terus mengecam Tuhan-tuhan mereka, sementara Abu Thalib telah melindunginya sehingga menolak menyerahkannya kepada mereka, berangkatlah beberapa orang menemui Abu Thalib. Mereka berkata,

“Wahai Abu Thalib, sesungguhnya anak saudaramu telah mengecam tuhan-tuhan dan agama kita, mencela mimpi-mimpi kita, dan menyatakan nenek Moyang kita sesat. Kami harap engkau dapat mencegahnya atau biarkan kami bertindak terhadapnya.”

Abu Thalib menjawab pernyataan mereka dengan lembut dan baik sampai mereka kembali. Sementara itu Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam terus melakukan da’wahnya sehingga beliau senantiasa menjadi bahan pembicaraan di kalangan Quraisy. Hal ini membuat mereka semakin benci kepada beliau dan berusaha menghentikan da’wahnya.

Maka mereka mendatangi Abu Thalib untuk kedua kalinya. Kata Mereka,

“Wahai Abu Thalib, sesungguhnya engkau adalah orang yang dituakan dan memiliki kedudukan mulia di antara kami. Kami telah meminta agar engkau berkenan mencegah anak saudaramu, tetapi engkau tidak mencegahnya. Demi Allah, kami tidak bisa sabar mendengar cacian terhadap bapak-bapak kam, mimpi-mimpi kami, dan Tuhan-tuhan kami. Sampai engkau mencegahnya atau kami yang menghentikannya hingga salah satu di antara kedua belah pihak hancur binasa.”

Kemudian abu Thalib memanggil Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam dan berkata kepada beliau,

“Wahai anak saudaraku, sesungguhnya kaummu telah datang kepadaku berkata begini dan begitu (seperti perkataan mereka), maka jagalah diriku dan dirimu, dan janganlah engkau memikulkan sesuatu yang aku tidak sanggup memikulnya.”

Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam menyangka bahwa pamannya telah mengambil keputusan untuk menyerahkannya dan tidak sanggup lagi membelanya, maka Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam bersabda kepadanya,

“Wahai Paman, Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan Bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan ini, aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.”

Kemudian Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam tampak sedih dan bangkit meninggalkan pamannya. Tetapi, belum jauh Rasulullah berjalan, Abu Thalib memanggilnya,

“Kemarilah wahai anak Saudaraku!”, Setelah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam kembali lagi di hadapannya, abu Thalib berkata, “Pergilah wahai anak saudaraku dan katakanlah apa yang kamu suka, demi Allah aku tidak akan menyerahkan kamu untuk selama-lamanya.”  (Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, I/284 – 285)

Dari perlindungan ini ada tiga hal yang dapat kita catat, yaitu sebagai berikut :

1.      Quraisy berusaha membujuk Abu Thalib agar mau mencegah anak saudaranya dari meyampaikan da’wah kepada agama baru ini. Tetapi, usaha tersebut gagal. Inilah yang kita perkirakan ketika memanfaatkan Undang-undang masyarakat jahiliyah, yaitu usaha membuat undang-undang baru untuk menghalangi kebebasan berda’wah.

2.      Pada usaha yang kedua, Quraisy menggunakan ancaman dan berhasil mempengaruhi nyali Abu Thalib sehingga dia mengajak Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam agar menghentikan da’wah kepada agama ini. Karena, ia tidak mampu lagi melindunginya dalam keadaan demikian. Tetapi, keteguhan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam dalam mempertahankan kebenaran – betapapun resikonya—telah berhasil meneguhkan kembali nyali Abu Thalib untuk memberikan perlindungan kepada Nabi Shalallahu’alaihi wa salam.

Dari sini kita dapat memahami bahwa kegagalan jahilyah pada usaha yang pertama untuk memukul da’wah Islam tidak membuatnya jera. Bahkan, ia pasti akan mengulanginya lagi sampai berhasil menghancurkannya. Namun, kesadaran dan keteguhan gerakan islam sudah cukup untuk menggagalkan usaha-usaha kelompok yang memusuhi islam ini. Dalam pada itu, gerakan islam perlu memanfaatkan semua pertentangan msyarakat jahiliyah untuk dikonfrontasikan antara yang satu dan yang lainnya, sehingga gerakan islam dapat memanfaatkan nya untuk kepentingan da’wah.

3.      Memanfaatkan fanatisme Jahiliyah (Undang-undang jahiliyah) untuk melindungi para pemuda da’wah adalah dibenarkan Syari’at.  Seorang anak dari keluarga besar dan kabilah berpengaruh, yang dapat melobi pemimpin keluarga tersebut untuk melindungi dirinya, tidak berarti bahwa ia telah melepaskan agamanya karena tindakan tersebut. Para da’i yang dapat memanfaatkan seorang Jendral berpengaruh besar dalam militer atau intelejen atau seorang menteri yang disegani dalam negara, tidak berarti mengurangi kemurnian aqidah para da’i tersebut. Bahkan, merupakan hak para pemuda da’wah dalam tahapan yang masih lemah untuk mencari “sandaran” yang kuat dalam masyarakat jahiliyah guna melindungi dirinya serta menjamin kebebasan aqidahnya dan kebebasan berda’wah kepadanya. Perlindungan Abu Thalib kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam telah memberikan berbagai jalan kepadanya dalam menyebarkan da’wah di tengah kota Mekah tanpa mendapatkan gangguan yang berarti. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam :

“Quraisy tidak dapat melancarkan suatu tindakan yang tidak aku sukai sampai Abu Thalib meninggal dunia.” ((Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, II/58)

Ini tidak berarti bahwa jahiliyah telah mematuhi perjanjiannya dan menghargai perlindungan Abu Thalib selama sepuluh tahun. Namun, dapat dipastikan bahwa jahiliyah telah gagal dalam berbagai usahanya untuk mencederai perjanjian tersebut. Perlindungan Abu thalib tersebut punya pengaruh besar sehingga dapat menghindarkan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam dari gangguna yang berat.

Selanjutnya, kita berpindah kepada contoh kedua dari perlindungan ini, yaitu perlindungan Ibnu Daghnah kepada Abu Bakar Radiyallahuanhu.

Di dalam riwayat yang shahih, Aisyah Radiyallahuanha berkata, “Saya tidak menginjak usia dewasa kecuali kedua orangtuaku  telah menganut agama (Islam) dan tidaklah berlalu satu hari kecuali Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam datang kepada kami pada kedua ujung siang, pagi dan sore. Dan, ketika kaum muslimin menghadapi cobaan berat, Abu bakar pergi keluar hendak Hijrah ke Habasyah. Ketika tiba di barkul Ghimad ia bertemu dengan ibnu Daghnah, kepala suku Qarah. Ibnnu Daghnah bertanya,

 “Hendak kemana  wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “kaumku telah mengusirku maka aku ingin pergi di muka bumi dan menyembah Rabbku. Ibnu Daghnah berkata, “Orang seperti kamu wahai Abu bakar tidak pantas keluar dan tidak pantas pula diusir. Sesungguhnya kamu adalah orang yang suka mengusahakan yang tiada, menolong orang yang sengsara, menghormati tamu, dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran. Karena itu, aku berikan perlindungan kepadamu. Kembalilah dan sembahlah Rabbmu di negrimu (sendiri).”

Kemudian Abu bakar kembali bersama Ibnu daghnah. Sesampainya di Mekah, Ibnu Daghnah berkeliling (thawaf) di ka’bah pada waktu Sore di hadapan para pemuka Quraisy. Lalu berkata kepada mereka,

Sesungguhnya orang seperti Abu Bakar tidak pantas keluar dan dikeluarkan. Apakah kalian mengusir seorang yang suka mengusahakan yang tiada, menyambung tali kekeluargaan, membantu orang yang sengsara, menghormati tamu, dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran?”  Para pemuka Quraisy itu tidak menolak perlindungan Ibnu Daghnah bahkan mereka berkata kepada Ibnu Daghnah, “Perintahkanlah Abu bakar untuk menyembah rabbnya di rumahnya, shalat di dalam nya dan membaca apa yang ia suka asalkan tidak menyakiti kita dan tidak secara terang-terangan, karena kami  khawatir para wanita dan anak-anak kita akan terfitnah.”

Kemudian hal itu disampaikan Ibnu Daghnah kepada Abu bakar. Dengan perlindungan itu abu Bakar tinggal (di Mekah) menyembah Rabbnya di rumahnya, kemudian Abu Bakar membangun mesjid di halaman Rumahnya. Di masjid ini Abu Bakar melaksanakan Shalat dan Membaca Al-Qur’, sehingga para wanita dan anak-anak kaum Musyrikin tertarik dan memperhatikannya.

Apabila membaca Al-Qur’an Abu Bakar adalah seorang yang mudah menangis. Hal ini membuat para pemuka Quraisy cemas sehingga mereka memanggil Ibnu Daghnah dan berkata kepadanya.

kami telah melindungi Abu Bakar karena jaminanmu dengan syarat dia harus menyembah Rabbnyua di rumahnya. Tetapi, dia (sekarang) telah melanggar syarat itu, dia telah membangun sebuah masjid di halaman rumahnya lalu mendemonstrasikan shalat dan mengeraskan bacaan Al-Qur’an di dalamnya. Kami khawatir anak-anak dan para wanita kami terfitnah olehnya, maka cegahlah dia. Jika dia bersedia membatasi Ibadahnya di rumahnya maka teruskanlah perlindungan mu terhadapnya, tetapi jika dia tidak bersedia kecuali melakukan ibadahnya secara demonstratif maka mintalah agar ia menarik jaminanmu! Karena kami tidak ingin mencederai jaminanmu dan kami pun tidak menyetujui Abu Bakar Beribadah secara Demonstratif.”

Selanjutnya Aisyah berkata, “Kemudian Abu Daghnah mendatangi Abu Bakar dan berkata, “ Engkau tahu bahwa kau telah memberikan perlindungan kepadamu dengan persyaratan yang ada, (sekarang pilihlah) engkau membatasi ibadahmu atau engkau kembalikan perlindunganku, karena aku tidak suka orang-orang Arab mendengar bahwa aku mencederai perjanjian yang aku berikan kepada seseorang.” Abu Bakar menjawab ,

aku kembalikan perlindunganmu dan aku Ridha dengan perlindungan Allah saja.”

(Mukhtasharu as-Sirah, Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab, hlm. 87-88)

Dari perlindungan ini ada beberapa hal yang dapat kita catat, yaitu sebagai berikut.

1.      Abu bakar Radiyallahuanhu keluar, dengan jelas, mencari keamanan untuk menyembah Rabbnya,

“kaumku telah mengusirku maka aku ingin pergi di muka bumi dan menyembah Rabbku”

Kemudian di tengah perjalanan ia bertemu dengan Ibnu Daghnah, kepala suku Qarah; suatu kabilah di luar kabilah Quraisy. Ia melihat bahwa orang seperti Abu Bakar tidak pantas diusir. Karena Abu bakar di dalam dan di luar kota Mekah , dikenal sebagai orang yang suka mengusahakan yang tiada, membantu yang sengsara, menghormati tamu dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran. Sifat-sifat yang disebut Ibnu daghnah adalah sifat-sifat yang pernah dikemukakan oleh Khadijah tentang Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam. Ibnu daghnah tidak cukup hanya dengan Musyarakah Wujdaniyah  simpati secara Moral, tetapi juga mengajak Abu Bakar kembali ke Mekah dengan perlindungannya yang unik. Seorang kepala suku melindungi seorang dari suku lain dan di rumah kabilah itu sendiri. Sekalipun demikian, Quraisy tidak merasa keberatann sama sekali dan menerima perlindungan Ibnu daghnah terhadap Abu bakar. Perlindungan ini adalah untuk kebebasan beribadah.

2.      Tetapi setelah muncul perkembangan lain, dari kebebasan beribadah berkembang menjadi kebebasan da’wah, timbulah protes dari Quraisy yang menuntut agar Ibnu Daghnah membatalkan perlindungannya. Mereka tidak mau melihat perkembangan baru yang mengkhawatirkannya. Abu Bakar melakukan shalat di halaman rumahnya dan membaca Al-Qur’an dengan keras di dalam masjidnya sehingga menarik para wanita Quraisy dan putra-putra mereka. Sementara itu Ibnu Daghnah tidak mampu memberikan perlindungan untuk kebebasan Da’wah, sehingga ia menawarkan Alternatif kepada Abu Bakar antara membatasi kebebasannya, yakni tidak mengajak ke jalan Allah dengan imbalan hidup tenang di bawah perlindungan Ibnu Daghnah atau berda’wah dengan menanggung sendiri tanggung Jawab dan Risiko da’wahnya. Tetapi, Abu Bakar lebih mengutamakan menghadapi Risiko dan berda’wah di jalan Allah ketimbang keamanan dan kebebasan beribadah.

Jaminan Ibnu daghnah ini tidak sama dengan perlindungan Abu Thalib. Sebab, jaminan Abu Thalib adalah perlindungan untuk kebebasan Berda’wah,

“Pergilah wahai anak saudaraku dan katakanlah apa yang kamu suka.”

Sedangkan jaminan Ibnu Daghnah adalah perlindungan untuk kebebasan beribadah,

“Kembalilah dan Sembahlah Rabbmu di negrimu (sendiri).”

Kedua bentuk perlindungan ini terdapat di kota Mekah pada waktu itu. Kebanyakan orang memiliki kekuatan memberikan jaminan untuk kebebasan beribadah, tetapi sedikit sekali yang memiliki kekuatan memberikan jaminan untuk kebebabsan berda’wah. Bahkan hampir dapat dipastikan bahwa perlindungan untuk kebebasan ber’dawah ini hanya khusus bagi Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam. Itu pun kita masih melihat adanya berbagai usaha untuk mencederai dan menggagalkan perlindungan tersebut.

Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa Istifadah ‘Memanfaatkan’ Undang-undang jahiliyah adalah dibolehkan, jika terdapat kemaslahatan da’wah. Istifadah ini tidak bertentangan dengan prinsip aqidah, juga tidak berarti berhukum kepada selain syari’at Allah, sebagaimana dipahami oleh sebagian mereka yang terlalu bersemangat.

Diantara contoh pemanfaatan Undang-undang jahiliyah untuk kepentingan dan kemashlahatan da’wah, dalam sejarah da’wah masa kini, ialah ketika pemerintahan Mesir memenjarakan seorang da’i Islam, Muhammad Quthb, pada tahun 1966 M. Pada waktu itu. Asy Syahid Sayyid Quthb mengajukan gugatan (dengan memanfaatkan Undang-undang jahiliyah) kepada pemerintahan Mesir sehingga gugatan itu berhasil membatalkan undang-undang (tuduhan) pemenjaraannya. Padahal, dalam sejarah da’wah masa kini tidak pernah dikenal adanya orang yang menyamai Sayyid Quthb dalam soal berlepas diri (bara’) dari berhukum kepada selain hukum Allah. Ia adalah pelopor dalam soal berlepas diri dari undang-undang jahiliyah, sebagaimana dapat kita baca dalam semua bukunya dan dibuktikannya dalam kehidupannya sampai beliau syahid di tiang gantungan. Tetapi harus dibedakan, sebagimana ditunjukan oleh pemahaman Sayyid Quthb yang didasarkan kepada Sirah nabawiyah, antara rela menerima bahkan memperjuangkan sistem pemerintahan kafir dengan memanfaatkan sistem pemerintahan kafir untuk melindungi da’wah, para pemuda, dan kader-kadernya.

Dari sini pula dapatlah kami katakan, tentunya dengan hati-hati, bahwa DEMOKRASI –sebagai sistem non Islam—adalah lebih baik bagi gerakan Islam -- , daripada sistem diktator atau Tirani. Ia adalah iklim yang cocok untuk menggelar da’wah dan menyebarkannya. Ia, sekalipun merupakan sistem Jahiliyah, lebih bermanfaat bagi kaum muslimin daripada sistem jahiliyah yang lainnya. Ia, biasanya menjamin kebebasan mengungkapkan pendapat dan kebebasan beraqidah, atau dengan ungkapan lain, kebebasan beribadah dan kebebasan ber’dawah.

Setiap orang yang mengamati aset gerakan Islam masa kini pasti akan mengetahui bahwa setiap kali umat diberi kebebasan (beribadah dan berda’wah) pasti islam dengan cepat dan mudah masuk serta menyebar ke jalan-jalan, kampus-kampus, dan seluruh lapisan umat. Karena itu, setiap kali islam sampai kepada pemerintahan melalui jalan ini, pasti akan terjadi kudeta militer yang akan membungkam mulut, menjebloskan masyarakat ke dalam penjara-penjara dan mulailah genangan darah para pemuda islam yang dibantai. Sesungguhnya sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam yang menegaskan :

“Sesungguhnya di sana ada seorang Raja yang adil , yang di dalam pemerintahannya tidak boleh ada seorangpun dianiaya.”

Merupakan salah satu karakteristik gerakan islam dan salah satu langkah utama di antara langkah-langkah Manhaj ini. Ia akan membantu gerakan islam dalam menghadapi masyarakat yang ada dan membukakan berbagai pintu da’wah di jalan Allah.  
    
KARAKTERISTIK KE-DUAPULUH DELAPAN
Blokade Ekonomi dan Pemboikotan Umum untuk Menghancurkan Da’wah dan Para Sekutunya


“....Gerakan islam yang tengah memasuki Kancah Jihad dan menghadapi jahiliyah, tidak sulit mendapatkan sebagian contoh komunitas dan pimpinan-pimpina jahiliyah atau kabilah seperti Bani Hasyim dan Bani Muthalib, dan bergerak dari celah-celah undang-undang dan adat-adat jahiliah untuk melindungi gerakan.

Sebagian besar Undang-undang jahiliyah sangat menghargai kebebasan berbicara dan berkeyakinan. Di suatu negara yang menjadikan Demokrasi sebagai prinsip politik, terlepas dari pelaksanaannya secara konsisten atau tidak, dengan melaksanakan butir-butir yang terdapat di dalam undang-undang atau melindungi undang-undang kadang-kadang gerakan islam bisa mendapatkan orang yang bersedia mendukung dan melindunginya serta mencegah rencana-rencana pemusnahannya.

Iklim Demokrasi lebih cocok bagi gerakan Islam. Dari celah-celahnya kadang-kadang kita mendapatkan misalnya para anggota Parlemen yang mencegah dikeluarkannya Undang-undang pelarangan gerakan Islam bahkan para wakil itu kadang-kadang mengeluarkan Undang-undang yang menjamin perlindungan gerakan Islam. Kondisi -kondisi seperti ini bisa dimanfaatkan oleh gerakan Islam, dengan tetap menjaga batas-batasnya, untuk bergerak melakukan da’wah dan jihad dari celah-celahnya.

Tetapi harus diingat oleh gerakan Islam bahwa Iklim demokrasi apabila hanya sekedar slogan yang diucapkan maka ia tidak akan memberi manfaat sama sekali. Bahkan, atas nama demokrasi, gerakan islam bisa dibantai dan dimusnahkan terutama di negara-negara yang mereka istilahkan dengan negara-negara Dunia Ketiga. Karena itu, hendaknya gerakan islam tidak membuka semua kartunya, atas dasar iklim tersebut. Gerakan islam harus tetap menjaga aset personil, tanzhim, gerakan, dan markas-markasnya secara rahasia, agar tidak dimusnahkan seandainya jahiliyah berpikir ingin memusnahkannya. Oleh karena itu, kami memandang bahwa markas cadangan di Habasyah beserta semua personil dan kegiatannya, tetap dipertahankan di sana dan tidak diminta pulang oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ke Mekah setelah adanya perlindungan tersebut. Karena, rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengetahui bahwa perlindungan tersebut hanya bersifat sementara dan bisa jadi tekanan-tekanan yang ada akan memaksa komunitas tersebut untuk menarik diri dan menyerah kepada kekjaman musuh.

Kita pernah menyaksikan slogan-slogan demokrasin palsu yang rontok di hadapan teror Nushairi yang kafir di Suriah sehingga Thagut nya dengan mudah dapat memaksa Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengeluarkan keputusan menetapkan hukuman mati bagi setiap orang yang bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Keputusan seperti ini hampir tidak ada bandingannya dalam sejarah. Seseorang dihukum mati karena komitmen pemikirannya atas nama dewan yang katanya mewakili rakyat.

Tetapi, di sisi lain kita temukan gambaran yang berbeda sama sekali. Suatu komunitas jahiliyah bersedia mengorbankan kepentingan, stabilitas, dan eksistensinya, demi membela Islam. Pengorbanan ini bukan hanya sehari atau dua hari, tetapi berjalan selama dua  atau tiga tahun. Saya merasa heran ketika membayangkan gambaran seorang musyrik yang meringkuk di salah satu sudut Syi’ib Abu Thalib dengan memegang senjata dan hampir meninggal karena kelaparan. Sementara, akal pikirannya digelayuti pertanyaan : mengapa aku harus menderita seperti ini ? jawabannya, demi membela Muhammad, Muhammad yang menyerang keyakinan-keyakinan saya dan mengecam Tuhan-Tuhan saya. Ia bertanya : bagaimana aku harus mati karena Muhammad? Tetapi, ia segera mengusir pertanyaan ini dan meyakinkan dirinya dalam mengambil sikap tersebut, selam Abu Thalib yang menyerukannya.

Dengan demikian, kita menemukan adanya jahiliyah yang meyakini nilai-nilai yang tetap dan bersedia mengorabankan kepentingan- kepentingan stabilitas dan eksistensinya demi islam.

Karena itu, kita tidak boleh secara emosional berpandangan bahwa jahiliyah selamanya bergerak atas dasar kepentingan-kepentingannya dan tidak meyakini sesuatu. Bahkan, kadang-kadang gerakan islam akan menemui sebagian contoh ini ditengah perjalanannya.

Sebagai buktinya adalah realitas gerakan islam yang sekarang sedang mengibarkan panji Jihad melawan Thagut di suriah. Bumi tempat melancarkan gerakan dan mencari perlindungan adalah negri-negri tetangga. Sebagian negri ini mendapatkan berbagai tekanan Internasional agar mengusir para pimpinan gerakan islam dan para pendukungnya dari negrinya, tetapi negri-negri tersebut tidak mau melakukannya. Kepentingan-kepentingannya terancam bahaya. Bahkan negara-negara besar sudah mulai melakukan Blokade dan pemboikotan terhadap negri-negri tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa gerakan Islam akan senantiasa mengenang sikap yang mulia ini. Ia akan membedakan antara orang yang mendukungnya di saat menghadapi cobaan berat, bahkan bersedia mengorbankan kepentingannya demi melindunginya--- kendatipun berbeda keyakinan—dan orang yang bersekongkol untuk menumpas dan menghabisinya. Jasa kebaikan tidak akan pernah hilang di sisi para ahli kebaikan.

(Al Manhaj Al haraki Lis-Siratin-Nabawiyah; Periode kedua : Jahriyatu ad-Da’wah wa Sirriyatu At-tanzhim – Syaikh Munir Muhammad Al-ghadban)

     



Wanita Safar



Pada prinsipnya, menurut ketetapan syari’at islam seorang wanita tidak boleh bepergian melainkan wajib ditemani oleh suami atau muhrimnya. Sebagai dasar ketetapan ini ialah hadits berikut ini : Dari Ibnu abbas radhiyallahu’anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam bersabda :

“Tidak boleh seorang wanita bepergian kecuali bersama muhrimnya, dan tidak boleh seorang laki-laki masuk ke tempat wanita kecuali dia bersama muhrimnya.” (H.R Bukhari dan lainnya)

Diriwayatkan pula dari abu Hurairah secara Marfu’ :

“Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah hari akhir bepergian selama sehari semalam dengan tidak disertai muhrimnya.” (H.R Malik, Bukhari, Muslim, abu daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dan diriwayatkan pula dari Abu Sa’id dari nabi Shalallahu’alaihi wa salam, beliau bersabda :

“Tidak boleh seorang wanita bepergian selama dua hari tanpa disertai oleh suaminya atau muhrimnya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar Radiyallahuanh :

“Tidak boleh seorang wanita bepergian selama tiga malam kecuali bersama muhrimnya.” (Bukhari dan Muslim)

Tampaknya perbedaan riwayat tersebut disebabkan perbedaan orang yang bertanya dan bentuk pertanyaan mereka, sehingga munculah jawaban seperti itu. Namun, Abu hanifah menguatkan hadits Ibnu Umar yang terakhir, dan beliau berpendapat tidak diperlukan muhrim bagi wanita kecuali dalam perjalanan sejauh jarak yang memperbolehkan shalat Qashar. Demikian pula riwayat dari Imam ahmad.

Hadits-hadits ini meliputi semua macam berpergian, baik yang Wajib – seperti berziarah, berdagang, dan menuntut ilmu—atau yang lainnya.

Prinsip hukum atau ketetapan ini bukan berarti berprasangka buruk terhadap wanita dan akhlaknya, sebagaimana dugaan sebagian orang. Tetapi, hal itu dimaksudkan untuk menjaga nama baik dan kehormatannya serta untuk melindunginya dari maksud jahat orang-orang yang hatinya berpenyakit. Selain itu, juga melindungi mereka dari sergapan musuh yang hendak berbuat melampaui batas, seperti serigala-serigala perusak kehormatan dan penyamun, khusunya bila si musafir melewati lingkungan yang membahayakan semisal padang pasir atau dalam situasi yang tidak aman dan sepi.

“Tetapi bagaimanakah hukumnya bila si wanita itu tidak mendapatkan muhrim yang dapat menemaninya dalam bepergian yang disyari’atkan, baik yang wajib, Mustahab, maupun yang Mubah? Sedangkan dia bersama dengan orang-orang lelaki yang bertanggung jawab atau wanita-wanita yang dapat dipercaya, atau perjalanan aman?”

Para Fuqaha telah membahas tema ini ketika membicarakan masalah wajibnya haji bagi wanita—sedangkan rasulullah shalallahu’alaihi wa salam melarang wanita bepergian sendirian tanpa disertai muhrim,

  1. Sebagian mereka berpegang teguh dengan zhahir hadits-hadits tersebut, sehingga mereka melarang wanita bepergian tanpa disertai muhrim meskipun untuk menunaikan kewajiban haji, tanpa memberikan pengecualian apap pun
  2. Sebagian lagi mengecualikan wanita tua yang sudah tidak mempunyai gairah seksual, sebagaimana yang dinukil dari Al Qadhi abul Walid Al yaji dari golongan Malikiyah. Hal ini membatasi hal yang umum dengan melihat kepada makna, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Daqiqil ‘Id, yakni dengan memelihara faktor yang paling dominan.
  3. Sebagian lagi memberikan pengecualian apabila wanita tersebut bersama wanita-wanita lain yang dapat dipercaya, bahkan sebagian mereka menganggap cukup ditemani seorang wanita muslimah yang dapat dipercaya.
  4. Sedangkan sebagian yang lain lagi menganggap cukup dengan perjalanan yang aman, dan inilah pendapat yang dipilih oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah.

Ibnu Muflih menyebutkan dalam al Furu’ dari beliau, katanya, “setiap wanita boleh menunaikan Ibadah haji bila keadaan aman, meskipun tidak disertai Muhrim.” Katanya lagi, “hal ini dimaksudkan untuk semua macam bepergian dalam rangka melaksanakan keta’atan.” Al Karabisi juga meriwayatkan pendapat seperti ini dari Imam Syafi’i mengenai haji Tathawwu’, Sementara sebagian murid beliau mengemukakan bahwa hal ini berlaku untuk pergi haji tathawwu’ dan untuk semua macam bepergian yang tidak wajib seperti ziarah dan berdagang.

Al Atsram meriwayatkan dari Imam ahmad bahwa bagi wanita yang akan menunaikan haji wajib tidak disyaratkan muhrim, dengan alasan apabila ia pergi bersama wanita lain dan orang yang dipercaya olehnya yang dapat menjamin keamanannya.

Ibnu Sirin berkata, “Bersama seorang muslim Laki-laki, tidak mengapa.”

Al auza’i berkata, “bersama kaum yang adil.”
Imam malik berkata, “Bersama jama’ah wanita.”
Imam Syafi’i berkata, “Bersama seorang wanita merdeka yang dapat dipercaya.” Sedangkan sebagian sahabat beliau berkata, “Boleh sendirian bilamana situasi aman.”

Al hafidz Ibnu hajar berkata, “pendapat yang masyhur di kalangan Syafi’iyah ialah disyaratkan adanya suami atau muhrim atau wanita-wanita terpercaya. Dan dalam satu Qaul  dikatakan : “Cukup dengan seorang wanita-wanita terpercaya. Kemudian di dalam Qaul yang dikutip oleh Karabisi dan disahkannya dalam Al Mahadzdzab bahwa seorang wanita boleh bepergian sendiri jika perjalanannya aman.

Apabila pendapat-pendapat orang mengenai perjalanan yang dilakukan seorang wanita untuk menunaikan haji dan umrah seperti itu, maka seyogyanya hukum ini diberlakukan untuk semua jenis bepergian, sebagaimana ditegaskan sebagian ulama. Karena maksudnya ialah menjaga dan melindungi wanita, dan hal ini terwujud dengan kondisi perjalanan yang aman dan adanya orang-orang yang dapat dipercaya baik dari kalangan kaum wanita maupun laki-laki

Yang menjadi dalil diperbolehkannya wanita bepergian tanpa disertai muhrim –apabila keadaan aman—atau bersama dengan orang-orang yang dapat dipercaya ialah :

Pertama : apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya bahwa Umar Radhiyallahuanhu mengizinkan istri-istri Nabi shalallahu’alaihi wa salam untuk menunaikan kewajiban haji mereka yang terakhir, lalu Umar mengutus Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf, dan Istri-istri Nabi shalallahu’alaihi wa salam sepakat untuk melakukan hal itu tanpa ada seorang pun sahabat yang mengingkarinya. Dengan demikian , hal ini dianggap sebagai ijma.

Kedua : Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari hadits Adi bin Hatim, bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa salam bercerita kepadanya mengenai masa depan Islam dan perkembangannya, menjulangnya menara islam di muka bumi, di antara yang beliau katakan itu ialah :

“Kelak akan ada wanita dari kota Hirah (Irak) yang pergi mengunjungi Baitullah tanpa disertai suami, dengan tidak merasa takut kecuali kepada allah.”

Kabar tersebut tidak semata-mata menunjukkan akan terjadinya paeristiwa itu, bahkan lebih dari itu, yakni menunjukkan diperbolehkannya wanita pergi haji tanpa disertai suami bila memang kondisi nya aman. Karena hadits ini beliau ucapkan dalam rangka memuji perkembangan Islam dan keamanannya.

Mengenai masalah ini saya ingin mengemukakan dua kaidah penting, yaitu :

Pertama : Pada prinsipnya hukum-hukum muamalah itu melihat kepada makna dan maksud (tujuannya). Berbeda dengan hukum-hukum ibadah, yang prinsipnya adalah mengabdi dan melaksanakan perintah, tanpa melihat makna dan tujuannya, demikian alasan dan argumentasi yang diajukan Imam Asy Syathibi.

Kedua : sesuatu yang diharamkan karena dzatnya tidak dimubahkan (diperbolehkan) kecuali karena darurat, sedangkan sesuatu yang diharamkan karena untuk membendung jalan (saddadz dzari’ah) diperbolehkan karenan adanya kebutuhan. Dalam hal ini tidak diragukan lagi bahwa perjalanan yang dilakukan wanita tanpa disertai mahram termasuk sesuatu yang diharamkan karena untuk membendung penyebab (mencegah kepada haram karena dzatnya).

Perlu diperhatikan bahwa bepergian pada zaman kita sekarang ini tidak sama dengan bepergian tempo dulu yang penuh dengan karena harus melewati padang pasir, dihadang perampok, dan sebagainya. Bahkan bepergian sekarang sudah menggunakan alat-alat transportasi yang biasanya memuat banyak orang, seperti kapal laut, pesawat terbang, dan Bus. Hal ini menimbulkan rasa percaya dan menghilangkan kekhawatiran terhadap kaum wanita, karena ia tidak sendirian berada di suatu tempat.

Karena itu tidak mengapa seorang wanita pergi menunaikan haji dalam suasana yang penuh ketenangan dan keamanan ini.

Wabillahit Taufiq

(Fatwa – fatwa Kontemporer ; Jilid 1 ; hlm. 446 – Dr. Yusuf Qaradhawi)        

Senin, 25 Juni 2012

Futur




Bismillahirahmanirrahiim.... Ok Lanjut lagi yaa...^_^


Jadi kita balik lagi neh ke pertanyaan utamanya yaitu :
“Kalau kita merasa jauh sama Allah bagaimana cara kita agar dekat lagi sama Allah, terus mau melakukan ibadah terasa Malas dan ngga punya Semangat?”

Hmm..kalo boleh ana sederhanakan saja, kita sering mengistilahkan fenomena ini dengan istilah “FUTUR”. Secara lughat (bahasa), futur adalah putus setelah bersambung atau tenang setelah bergerak; malas, lambat, pelan, setelah rajin dan bersungguh-sungguh. Masalah futur ini kaitannya dengan kadar keimanan seseorang, kondisi iman seseorang sifatnya fluktuatif, nah.. kondisi futur adalah kondisi dimana Iman seseorang sedang menurun, dalam Al-Qur’an kita bisa mentadaburi surat al-Anfal :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal (Q.S Al-Anfal : 2)”

Ayat ini mengindikasikan bahwa Iman itu bisa bertambah, secara logika bila bisa bertambah tentu bisa juga berkurang atau Stabil (tidak bertambah/berkurang). Lebih jelas diterangkan dalam beberapa hadits :

”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.” (HR Ibn Hibban)

Rasulullah SAW pernah bersabda pada riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash ra :

”Setiap amal itu ada masa semangat dan ada masa lemahnya. Barangsiapa yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia telah beruntung. Namun barangsiapa yang beralih kepada selain itu, berarti ia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad)

,dan seperti yang ana katakan di awal fenomena seperti ini bukanlah suatu fenomena yang baru, futur ini adalah fenomena yang sudah sering terjadi pada kita dan siapa saja, bahkan kalo kita melihat sejarah kita akan teringat kisah…, kisah siapa Hayoooo…?

“Yaa..betul…!” Kisah Nabiallah Yunus ‘Alaihi salam,

Allah mengutus Nabi Yunus kepada penduduk Naynawi. Dia menyuruh penduduk di tempat itu untuk menyembah Allah dan meng-Esa kan-Nya. Namun, mereka tidak beriman sehingga nabi Yunus merasa sesak dadanya berada di tengah mereka dan dia marah, lalu apa yang terjadi Ikhwatifillah…Nabi Yunus memutuskan untuk tidak melanjutkan da’wahnya ia memilih pergi dengan sebuah Kapal di sungai Tigris, kalo bahasa kasar kita nya mah..lari dari amanah gitu…hayooo ada yang tersindir neh sepertinya he.., lalu Allah pun memberikan pelajaran penting bagi nabi Yunus atas ketidaksabarannya dalam berda’wah. Kapal itu bergoyang hebat dan hampir saja tenggelam. Orang-orang yang berada di atas kapal akhirnya melakukan undian siapa yang akan dibuang ke laut sebagai usaha untuk meringankan beban kapal itu, dalam 3 kali undian ternyata undian itu jatuh kepada Nabi Yunus. Maka, merekapun melemparkan nabi Yunus ke laut dan dia pun ditelan Ikan besar atas perintah Allah. Maka Nabi yunus bertobat dan minta ampun kepada Allah.

“masih ingat do’anya Nabi Yunus yang masyhur dalam Al-Qur’an…?” Na’am ada di surat Al-Anbiya
“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:” Laa Ilaaha Illaa Anta Subhaanaka Innii Kuntu Minazh Zhaalimiin" (Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."). (Q.S Al Anbiya : 87)

Hafalin ya..Ikhwatifillah…karena ada juga hadits yang menyebutkan :

Sa’ad bin Malik r.a meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan nama Allah yang teragung, yang jika ia diseru dengannya, maka ia akan menyambut dan jika Ia diminta dengannya, maka ia Akan memberi?” (Yaitu) doa yang digunakan oleh Nabi Yunus ketika berseru dalam (kondisi) tiga kegelapan, “:” Laa Ilaaha Illaa Anta Subhaanaka Innii Kuntu Minazh Zhaalimiin" (Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."). Salah seorang berkata , “Wahai Rasulullah, apakah itu untuk Nabi Yunus secara khusus atau untuk kaum Mukminin secara umum?” Rasulullah bersabda, “Tidakkah kau dengar firman Allah, “Maka Kami memperkenankan doanya dan menyelamtakannya dari kedudukan,Dan demikanlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (H.R Al-Hakim)

Kisah Nabi Yunus ini juga diabadikan Allah dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. (Q.S Ash-Shaaffaat : 139-145)”

Nah selain Kisah nabi Yunus coba kita simak juga kisah Salah seorang sahabat rasulullah saw yaitu Hanzhalah ibn Rabi’ r.a.

Ketika Abu Bakar berkunjung dan menanyakan kabarnya, Hanzhalah pun menjawab, “Hanzhalah telah Munafiq!”. Terperanjat Abu Bakar, lalu ia berkata, “Subhanallah, apa yang engkau ucapkan?”. Lalu kata Hanzhalah, “Kita sering bersama rasulullah, beliau mengingatkan kita tentang surge dan neraka seolah-olah kita melihatnya dengan mata kepala. Namun ketika kita keluar dari sisi rasulullahbercengkrama dengan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan kita pun banyak melupakannya.”
“Demi Allah ! Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti ini!”, sahut Abu Bakar membenarkan.
Setelah itu merekapun menayakan hal ini kepada Rasulullah, lalu Rasulullah pun menentramkan hati mereka dengan Sabdanya :

“…Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Seandainya kalian selalu dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam berdzikir, niscaya Malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur, dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi sesaat demi sesaat, wahai Hanzhalah..! Sesaat demi sesaat wahai Hanzhalah, sesaat demi sesaat!” (H.R Muslim dalam shahihnya dari Hanzhalah)

“Subhanallah…!” ternyata Nabi dan Sahabat Rasul yang mulia saja pernah merasakan futur ikhwatifillah.., yaa..apalagi kita yang secara kualitas keimanan bisa dibilang jauh dari mereka…~_~”

“Eits..tapi harus adil ya berpikirnya…karena ana sering menyaksikan kita suka menjadikan kelemahan-kelamahan para Nabi dan Rasul ataupun para Sahabat yang sifatnya manusiawi juga sebagai excuse atas kelemahan kita, seperti contoh kata-kata ana di atas, tetapi untuk hal-hal yang sifatnya Tauladan-tauldan Kebaikan justru kita malah sering berhujjah dengan sifat kemulian mereka dengan melontarkan kalimat : 

“Ah..wajarlah itu kan Nabi/Rasul, kita akan hanya manusia biasa jadi ya..mana bisa…”

“Ikhwatifillah bukankah Nabi dan Rasul atau sahabat juga manusia biasa..?” harus kita fahami bahwa salah satu hikmah diturunkannya Nabi dan Rasul dari kalangan kita (manusia) justru supaya tidak ada lagi Hujjah atau alasan bagi kita untuk tidak mau menjalankan syari’at-Nya.

Ok..balik lagi ke masalah Futur, kalo kita simak dua kisah tadi kita bisa mengetahui beberapa penyebab yang dapat menjadikan kita futur diantaranya:

1. Lingkungan yang tidak kondsif, sudah kita lihat betapa beratnya Nabi Yunus berada di tengah-tengah lingkungan yang sudah begitu jauh dari nilai-nilai kebenaran sehingga menyebabkan ia futur.

2. Kalo dari kisah Hanzhalah kita bisa mengetahui bahwa berlebih-lebihan dalam perkara yang mubah lalu melupakan akhirat juga bisa menyebabkan kita futur.

3. Penyebab lainnya bisa karena Suka bersendiri dan berjauhan dari jamaah


“Sesungguhnya setan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing,
ia akan menerkam kambing yang keluar dan menyendiri dari kawanannya. Karena itu,

jauhilah perpecahan, dan hendaklah kamu bersama jama'ah dan umat umumnya”

(HR. Ahmad & Tirmidzi)


4. Membatasi aktivitas pada aspek tertentu saja, sehingga muncul rasa jemu lalu lama kelamaan menjadi futur.

Ali bin Abi Thalib ra berkata: Sesungguhnya hati ini bisa bosan sebagaimana badan bisa bosan; maka hiburlah dia dengan cerita-cerita lucu dan hikmah. Dan Aisyah berkata kepada Lubaid bin Umair: Janganlah membuat orang menjadi bosan dan putus asa. Dan Al-Zuhri jika ditanya tentang hadits dia menjawab: Selingilah dan barengilah pelajaran hadits dengan yang lainnya sehingga jiwa menjadi terbuka. Ibnu Mas’ud t berkata: Hiburlah hati, sebab hati yang benci akan menjadi buta. (Al-Adabus Syar’iyah, Ibnu Muflih 2/102)

5. Kurang memahami makna Syukur

Tau kah ikhwatifillah diantara hikmah diulangnya ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” dalam surat Ar-Rahman, “sebanyak 31 kali ya kalo ga salah…? Coba dicek lagi sendiri ya…he..!”, itu adalah untuk menunjukkan bahwa betapa banyak dosa yang kita perbuat yang penyebabnya adalah karena kurangnya kita bersyukur terhadap nikamt-nikmat yang telah diberikan-Nya, kita sering menggunakan mata, kaki, tangan, dan segala macam nikmat lainnya yang Allah berikan justru untuk bermaksiat kepada-Nya.

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).(Q.S Ibrahim :34)

Ini sebatas yang ana ketahui tentang penyebab-penyebab futur, mungkin kalo antum/na mencari sumber-sumber lain masih banyak lagi yang dapat menjelaskan mengenai sebab-sebab futur. Namun mudah-mudahan apa yang ana sampaikan mencukupi,lalu selanjutnya yang terpenting adalah bagaimana ketika futur menghampiri kita.

“Nah..Ikhwatifillah sebenernya caranya sederhana, namun mungkin aplikasinya yang kadang masih kita rasa berat untuk dijalankan, karena futur ini termasuk perkara hati, maka ingat apa obat saja hati..? Lupa…?” kalo gitu yuk kita bernasyid sejenak :


“Obat hati ada lima perkaranya

Yang pertama baca Quran dan maknanya

Yang kedua sholat malam dirikanlah

Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perpanjanglah
Salah satunya siapa bisa menjalani
Moga-moga Gusti Allah mencukupi”

(Obat hati – Opick)

“Nah..sudah inget kan sekarang?” itu lah kira-kira yang bisa membantu kita bangkit dari futur, seringkali kita dengar nasehat obat hati itu,namun nampaknya karena terlalu sering malah menjadi seperti angin lalu, padahal kalo kita pahami secara benar, insya Allah itu sudah memadai.
  • Baca Al-Qur’an dan Maknanya
Kalo kita flashback sejenak ke ayat al-qur’an yang menceritakn tentang kisah Nabi Yunus a.s :
“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. (Q.S Ash-Shaaffaat : 139-145)”
Jelas disitu disebutkan bahwa kalo saja Nabi Yunus tidak banyak mengingat Allah maka ia akan tetap dalam keadaan tercela dan tidak akan diselamatkan oleh Allah, maka bisa kita katakan bahwa cara untuk bisa bangkit dari futur adalah dengan banyak mengingat Allah, nah membaca Al-Qur’an adalah salah satu cara mengingat Allah yang paling baik.
  • Mendirikan Shalat Malam
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Q.S Al-Israa :79”)
  • Berkumpulah dengan orang-orang Saleh
Sudah kita ketahui di awal bahwa lingkungan yang kurang kondusif dan menjauh dari jama’ah adalah penyebab futur maka solusinya hijrahlah ke lingkungan yang berisi orang-orang yang saleh. Salah satu solusi yang ana tawarkan adalah ikutilah Liqo-liqo Tarbawi, hal ini sudah pernah ana coba bahas di Note ana sebelumnya yang berjudul : TARBIYAH ( + MIND Explanation Series) kalo berkenan silahkan dibaca kembali
  • Perbanyak Berpuasa
insya Allah Sudah banyak Dalil-dalil yang menjelaskan tentang keutamaan berpuasa, jadi ana rasa tidak perlu ana sampaikan lagi, tapi yang pasti dengan puasa ini melatih kesabaran kita, belajar dari kisah Nabi yunus lagi bahwa beliau futur salah satu sebabnya juga karena ketidaksabarannya.
  • Dzikir
Untuk dzikir ana menyarankan di Pagi dan Petang, ana rekomendasikan antum/na bisa menggunakan dzikir Al-Ma’tsurat yang isinya merupakan kumpulan dzikir dari al-Qur’an dan Hadits yang dicontohkan oleh Rasulullah,

“Hmm…mungkin diantara antum/na sekalian ada yang masih mempertanyakan, “bagaimana mungkin kita mau melakukan amalan-amalan tersebut sedangkan kondisi kita saja sedang futur?”

Kalo seperti itu ana hanya bisa menyampaikan seperti yang Rasulullah sampaikan kepada hanzhalah, namun kali ini ana sampaikan kepada antum/na, ^_^ :

sesaat demi sesaat, wahai Saudaraku..! Sesaat demi sesaat wahai Saudaraku, sesaat demi sesaat!”
(lain waktu ana harap gantian antum/na yang ingatkan ana )

“Ya…sesaat demi sesaat…perlahan saja dan bertahap…Mulailah dengan memaafkan diri kita sendiri dulu, 
lalu mulailah dari amalan yang kita rasa paling mudah untuk kita lakukan,..kalo masih berat juga ingat ayat ini dan azamkan :

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S At-Taubah : 41)

dan Akhirnya Mari..kita bangkit dari Futur”

“Nah..gimana Ikhwatifillah..Insya Allah sudah jelas ya…!”

Oh iya ada satu lagi yang ingin ana sampaikan, Sebenernya yang paling menetukan kita untuk bisa bangkit dari futur adalah diri kita pribadi, karena sebesar apapun motivasi yang dating dari luar diri kita sendiri lah yang akan menetukan, disinalah pentingnya “TARBIYAH DZATIAH” Apa itu Tarbiyah Dzatiah..? intinya seh : Suatu proses pembinaan yang dilakukan dari, oleh dan untuk diri kita sendiri, tentang Tarbiyah Dzatiaah ini belum memungkinkan untuk ana bahas saat ini, Insya Allah lain waktu.

Kalo bicara mengenai tentang Futur ini, ana jadi teringat masa-masa dua tahun silam saat-saat baru masuk fase pasca kampus, itulah masa dimana ana merasakan futur, betapa jauh droop nya kondisi ruhiah ana, terkenang wajah-wajah kalian Saudaraku, apakah kalian merasakan yang sama?”

”Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika” ”Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu” Aamiin... (Hadist Riwayat at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Hakim dishahihkan oleh adz-Dzahabi)

Sudut pandang lain mengenai futur

Dengan adanya futur sebagai fitrah pada manusia, membuat kita bisa mengetahui kondisi hati kita. Dosa-dosa akan membuat hati gelisah dan merasa sedih, kegelisahan dan kesedihan ini terkumpul menjadi satu dalam hati sesaat setelah melakukan dosa dan kesalahan. Ini adalah ciri orang yang hatinya dipenuhi keimanan, mereka tidak akan pernah merasakan kelezatan dan kebahagiaan dengan sempurna selamanya dalam perbuatan maksiat. Saat melakukan maksiat , secara spontan kegelisahan memenuhi hatinya, akan tetapi bagi orang yang hatinya sudah dipenuhi dengan hawa Nafsu maka perasaan ini akan tertutupi. Oleh karena itu, siapa saja yang hatinya tidak lagi merasa gelisah ketika berbuat maksiat, maka segeralah mengoreksi kadar keimanannya, dan hendaknya ia meratapi kematian hatinya.

Malik bin Dinar pernah berkata, “bila hati tidak lagi merasa sedih dan gelisah , maka ia telah rusak sebagaimana rumah yang runtuh karena tidak lagi dihuni.”

Kesedihan dan kegelisahan bukan saja menjadi standar selamatnya hati. Akan tetapi lebih dari itu, menurut Hasan Al Bashri kesedihan dan kegelisahan merupakan salah satu penyebab masuknya seseorang ke dalam surga. Ia berkata , “ Seorang Mukmin pasti tidak luput dari dosa. Akan tetapi ia akan selalu merasa sedih karena dosa yang ia perbuat, sampai akhirnya ia masuk surga.”

Ibnu Qayyim berkata, ”Saat-saat futur bagi seseorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang masa futurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasan oleh Allah) dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah, diharapkan ketika pulih ia akan berada dalam kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitas ibadahnya yang disukai Allah adalah yang dilakukan secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.” (Madarij As-Salikin)

Ikhwatifillah…sekali lagi ana tegaskan tidak ada manusia yang terlepas dari futur, karena memang manusia terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat dosa, manusia terbaik adalah manusia yang apabila dia berbuat dosa, maka ia segera bertaubat kepada Allah

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”,(Q.S Ali –Imran : 133)

Bahkan jika ada suatu kaum yang tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mengganti kaum tersebut dengan kaum yang berbuat dosa kemudian bertaubat kepada Allah dan Allah mengampuninya. Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a dia berkata Rasulullah saw bersabda,

Demi Dzat yang diriku di Tangan-Nya, kalau saja kalian tidak berbuat dosa, Allah akan lenyapkan kalian dan Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa lantas mereka memohon ampun kepada Allah, hingga Allah mengampuni meeka (H.R Muslim)

Sebelum ana akhiri tulisan ini ana ingin mengucapkan Jazakumullah Khair kepada antum/na yang sudah menjadi motivasi dan Inspirasi ana untuk menulis selama ini dan mohon maaf atas segala keterbatasan ana yang belum mampu membantu antum/na secara maksimal…semoga lewat tulisan ini ada Kebaikan yang bisa diberikan Aamiin..yaa Rabbal’alamiin.

“Alaa qad balaghtu…Allahumma Faasyhad…”
‎"Fa Maa Uriidu Illal Ishlaaha Maastatha'tu"

Alhamdulillahirabbil ‘alamin…Al haqqu min Rabbik fa laa taquunanna minal mumtarin,
Subhaanakallahumma wa bihamdika asyhadu alaa ilaaha illa anta astghhfiruka wa atuubu ilaika..

Wallahu a’lam bi shawab


Bekasi, 9 Rabbi’al Awwal 1433 H
Muhmmad Haritzahzen

Senin, 14 Mei 2012

MIMPI


Catatan ini untuk seorang sahabat yang bertanya tentang “Mimpi”, belakangan topik ini menjadi menarik bagi ana karena di kantor pun tidak jarang hal ini menjadi perbincangan.

Suatu waktu ana mendengar seorang teman di kantor berkata :
 “ Eh..kalo mimpi liat Jamur, kira-kira yang keluar Nomer berapa ya…?” (ana yakin antum/na mengerti Nomer yang dimaksud..so tidak perlu ana jelaskan lebih lanjut yee..)
Dalam hati ana, “Loch..apa kaitan Jamur dengan Nomer ya????, ada-ada aja…!” ^_^

ya..begitulah kira-kira realitas sebagian masyarakat kita, ternyata masih ada dan mungkin saja banyak yang masih seneng dengan hal-hal yang berbau mistik tanpa dasar yang jelas…

Islam tidak pernah menafikan adanya hal-hal yang memang bersifat Ghaib, jelas dalam Al-Qur’an Allah Subhanu wa ta’alaa berfirman :

Alif Laam Miim. Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada merekadan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhiratMereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S Al- Baqarah : 1-5)

Bahkan Beriman kepada yang ghaib menjadi salah satu dari ciri-ciri dari orang yang bertaqwa, namun menyikapi perkara-perkara yang ghaib haruslah hati-hati jangan sampai nantinya kita jatuh kepada kemusyrikan, seperti contohnya tadi Mempercayai bahwa mimpi sebagai sumber rezeki dengan menabirkan mimpi secara sembarangan, atau ada lagi seperti kasus mempercayai Ramalan bintang, mengunnakan Jimat, atau Jampi-jampi untuk kebal, dll.

Berhati-hatilah saudaraku “dosa syrik itu satu-satunya dosa yang tidak akan dimaafkan”  oleh Allah Subhanahu wa Ta’alaa

Eits…tapi jangan salah pengertian yaa..,

Sebagian orang masih ada yang bingung mengenai dosa syirik ini dan menganggap ayat Al-Qur’an Kontradiksi karena terdapat ayat yang  Menyatakan bahwa Allah Tidak mengampuni Dosa syirik, tetapi di ayat lain Allah menyatakan mengampuni Dosa Syirik .
Perhatikan ayat berikut :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S An-Nisaq : 48)

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya (Q.S An-Nisaa : 116)

Lalu simak juga ayat berikut yang sepertinya kontradiksi dengan ayat sebelumnya  :

Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kelalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (Q.S An-Nisaa : 153)

Tidak usah bingung Ikhwatifillah…pada dasarnya setiap Dosa itu bisa diampuni selama seseorang itu 
bertaubat, JADI KUNCINYA adalah TAUBAT

Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.SAz-Zumar:53)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini : “Ayat yang mulia ini merupakan seruan kepada orang-orang yang bermaksiat, baik orang-orang kafir atau lainnya, untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah). Ayat ini juga memberitakan bahwa Allah Tabaraka Wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa semuanya bagi orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa tersebut dan meninggalkannya, walaupun dosa apapun juga, walaupun dosanya sebanyak buih lautan. Dan tidak benar membawa arti pengampunan Allah (dalam ayat ini) dengan tanpa taubat, karena orang yang tidak bertaubat dari syirik tidak akan diampuni oleh Allah. [Tafsir Ibnu Katsir, surat Az-Zumar: 53]

Simak juga penegasan pengampunan terhadap dosa syirik  (tapi tentu dengan syarat bertaubat yaa ^_^) pada ayat berikut :

, “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (Q.S Al-Anfal : 38)

Tuh..bahkan kata Allah kalo orang Kafir mau beriman dianggap ngga ada deh dosa yang dah dulu-dulu…kalo kata pegawai SPBU mah…”Mulai dari Nol yaa…!” he..^_^.., balik lagi dah kaya bayi yang baru lahir jadi belom punya dosa.

“Nah…selain itu coba dipikir juga..Jika dosa syirik tidak diampuni dengan taubat, maka seruan para rasul akan menjadi sia-sia…donk, ..?”
karena mayoritas bangsa Arab sebelum kedatangan dakwah Nabi Muhamad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang musyrik. Dan mereka berhenti dari kemusyrikan mereka adalah disebabkan keimanan mereka, dan bertaubatnya mereka dari kemusyrikan

yang tidak diampuni dosanya sebagaimana yang disebutkan pada ayat 48 dan 116 surat An-Nisaa maksudnya adalah orang kafir dan musyrik yang mati dalam kekafiran dan kemusyrikannya, artinya bahwa ia mati sebelum sempat bertaubat.

Orang-orang beriman yang nantinya masuk neraka karena perbuatan dosanya masih mungkin Allah ampuni dan dimasukkan ke dalam surga,berdasarkan hadits qudsi berikut :

Tatkala penduduk surga masuk ke dalam surga dan penduduk neraka masuk ke dalam neraka, maka Allah berkata, “Barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat keimanan sebesar biji sawi, maka keluarkanlah dari (neraka).” Maka dikeluarkan orang-orang yang sudah terbakar dan menjadi arang. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam sungai kehidupan. Mereka lalu tumbuh sebagaimana tumbuhnya biji-bijian yang dibawa banjir-atau perawi mengatakan lafazh hamiyyati sebagai ganti dari lafazh hamim as-sail- Nabi bersabda , “tidak tahukah kalian bahwasanya ia tumbuh kekuning-kuningan dan berselimut.” (H.R Bukhari)

 tapi  lain halnya bila matinya dalam keadaan musyrik maka sudah tidak memungkinkan lagi untuk bisa masuk ke dalam surga,  kenapa…? Ya..karena syirik menjadi satu-satunya dosa yang tidak bisa diampuni lagi apabila belum sempat bertaubat sebelum ajal menjelang.

Tapi tetep Na’udzubillahi min dzalik deh , walaupun orang yg masih punya iman semuanya akan masuk surga tapi kalo kita mah jangan sampe harus mampir dulu ke neraka…yee…Aamiin..

“So..Ikhwatifillah…wa laa tamuutunna illa wa antum muslimun…yee..!” ^_^

Yuk..sama-sama kita berdo’a :

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (Q.S Ali-Imran : 8)

Aamiin…~_~

Ok kembali ke topik awal kita yuuukkk…!

Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap Mimpi,
 Ikhwati fillah dalam Islam secara umum mimpi itu terbagi menjadi tiga, berdasarkan pada hadits

dari ‘Auf bin Malik Radiyallahuanhu, bahwasanya Nabi salallahu’alaihi wa salam bersabda :
“Sesungguhnya mimpi itu ada tiga, di antaranya ahawil dari syaithan untuk menyusahkan anak Adam (Manusia), kemudian apa yang diinginkan oleh seseorang dalam keadaan terjaganya(ketika tidak tidur), kemudian dilihat dalam tidurnya. Dan mimpi yang merupakan satu bagian dari 46 bagian Nubuwah (kenabian) (Shahih Ibnu Majah (2/240))

Ringkasnya :
1.       Ru’ya shalihah (mimpi baik), yaitu mimpi yang baik yang tidak sedikitpun mengandung sesuatu yang dibenci oleh orang yang melihatnya.

2.       Ru’ya (mimpi) yang dinamakan juga Ru’ya al-khathir (lintasan pikiran), yang dinamakan juga oleh Nabi salallahu’alaihi wa salam dengan bisikan jiwa seseorang. Karena sibuknya alam pikiran seseorang dengan suatu permasalahan lalu dia tertidur, kemudian dia melihat hal-hal yang menyibukkan pikirannya tadi. Ini termasuk hal-hal yang tidak ada bahaya ataupun manfaatnya.

Hmm..jadi inget waktu kuliah dulu…^_^ pas malem hari diwaktu UTS/UAS hayooo ngaku siapa yang dulu belajar nya ampe kebawa-bawa mimpi…apa lagi pas mata kuliah Kimia Organik…yg pas ngigo.. tangan nya sampe  melintir-melintir gara-gara Konfigurasi R sama S ^_^” he...

3.       Ru’ya (mimpi) yang merupakan upaya syaithan untuk menimbulkan rasa dukacita bagi oang yang melihatnya. Sering juga disebut sebagai Hulm.

Hadits Abu Qatadah dari Nabi shalallahu’alaihi wa salam beliau bersabda : “Mimpi yang benar adalah dari Allah sedangkan hulmu adalah dari syaithan (H.R Bukhari dan Muslim)

Dari abu Qatadah dari Nabi shalallahu’alaihi wa salam :

“Mimpi yang benar adalah dari Allah dan alhulm dari syaithan. Maka jika seseorang kamu mengalami hulm, hendaklah dia berlindung daripadanya, lalu meludah ke arah kirinya, maka itu tidak akan membahayakannya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Nah..kalo kita flashback ke sirah…kisah tentang mimpi yang masyhur disebut dalam al-Qur’an ada kisah

Nabi Ibrahim

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Q.S Ash-Shaaffaat :102)

Kisah Nabi Yusuf :

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari takbir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S Yusuf 4-6)

 Nabi Muhammad :

(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.(Q.S Al-Anfal : 43)

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (Q.S Al-Fath : 27)

Ikhwati tentunya juga masih inget donk Kisah tentang mimpi Nabi Muhammad yang sebelum perang uhud,yang diceritakan kepada para sahabat ketika lagi syuro untuk memutuskan apakah akan bertahan di dalam kota madinah atau menyambut musuh di luar Madinah, coba buka lagi deh Shirah Nabawiyahnya di bagian  “Majlis Permusyawaratan untuk Menetapkan Strategi Defensif”  kalo yg karangan Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri ada di halaman 282,, coz kalo ana harus tulis lagi di sini khawatir nanti terlalu panjang Note nya ^_^…terus kalo terlalu panjang notenya nanti ana diprotes lagi deh…he

Tidak hanya Nabi, mimpi para sahabatpun banyak yang dikisahkan diantaranya :

Al Imam Al Hakim meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Abdillah bin Amr bin ‘Utsman, katanya : Keislaman Khalid bin Sa’id bin Al-‘Ash termasuk yang mula-mula, dan dia lebih dahulu masuk Islam daripada saudara-saudaranya. Daan awal mula Islamnya ialah karena dia melihat suatu mimpi, seakan-akan dia sedang berdiri di bibir neraka, lalu dia sebutkan luasnya yang hanya Allah yang mengetahuinya. Dia lihat dalam mimpi itu seakan-akan ayahnya mendorongnya ke dalam neraka, dan dia lihat rasulullah shalallahu’alaihi wa salam memegang pinggangnya agar tidak terjatuh. Dia tersentak dai tidurnya lalu berkata “Saya bersumpah demi Allah, ini adalah mimpi yang benar.” Kemudian dia bertemu dengan Abu bakr bin Abi Quhafah, lalu dia menceritakannya. Abu Bakr berkata kepadanya : “Ada kebaikan yang diinginkan denganmu. Inilah Rasulullah, sesungguhnya kamu akan mengikutinya dan masuk Islam, yang akan melindungimu agar tidak terjatuh ke dalam neraka itu.”

Setelah itu dia bertemu dengan Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam di Ajyad, dia pun berkata “Hai Muhammad, kepada apa kamu berda’wah?” beliau berkata : “Saya mengajak manusia kepada Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, serta mencabut semua yang kamu yakini, seperti penyembahan kepada batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak member manfaat dan tidak tahu siapa yang menyembahnya dan siapa yang tidak.”

Kata Khalid : “Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang Haq kecuali Allah, dan engkau adalah Rasul Allah.”Keislamannya ini sangat menyenangkan Nabi.

Simak juga Kisah Abdullah bin Umar berikut :
Di waktu remajanya ia pernah bermimpi yang oleh rasulullah dita’birkan bahwa qiyamul lail itu nantinya akan menjadi campuran tumpuan cinta Ibnu Umar, tempat tersangkutnya kesenangan dan kebahagiannya. Nah, marilah kita dengar cerita tentang mimpinya itu :

“Di masa Rasulullah saya bermimpi seolah-olah di tanganku ada selembar kain beludru. Tempat mana saja yang saya ingini di surge, maka beludru itu akan menerbangkanku ke sana…lalu tampak pula dua orang yang mendatangiku dan ingin membawaku ke neraka. Tetapi seorang malaikatmenghadang mereka, katanya : “Jangan Ganggu..!” maka kedua orang itu pun meluangkan jalan bagiku…

Oleh hafshah, yaitu saudaraku, mimpi itu diceritakannya kepada Rasulullah. Maka sabda Rasulullah :
“Akan menjdi laki-laki yang paling utamalah Abdullah itu, andainya ia sering shalat malam dan banyak melakukannya!”

Maka semenjak itu sampai ia pulang dianggil Allah, Ibnu Umar tidak pernah meninggalkan Qiyamul Lail baik di waku ia Mukim aau Musafir. (Dikutip dari buku Karakteristik perihidup  60 Sahabat Rasulullah- Khalid Muh. Khalid) 

Kalo dari generasi Tabiin tentang mimpi kita akan banyak mendengar kisah dari M uhammad Ibnu Sirin…ana pribadi seh.. belum sempet baca buku beliau, tapi kalo rekan-rekan mau beli ada yang terjemahannya terbitan GIP judulnya “Tafsir Mimpi Menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah”, nanti kalo dah ada yang baca Share yee…!”

Ok..lanjut..,  mungkin ada yang berfikiran, “lantas Apakah mimpi yang bisa dita’wilkan hanya mimpi orang-orang yang shaleh saja..?”

Jawabannya “tidak”, karena lafadz hadits tentang mimpi ini umum ditujuakan untuk seluruh manusia bahkan orang kafir pun terkadang bisa mendapatkan mimpi yang benar (maksudnya ada ta’wilnya), contohnya adalah kisah dua orang tahanan yang bersama Nabi Yusuf dipenjara dan Mimpi dari Raja Mesir yang dikisahkan juga dalam Al-Qur’an

Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. Berkatalah salah seorang di antara keduanya: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras anggur." Dan yang lainnya berkata: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung." Berikanlah kepada kami takbirnya; sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (menakbirkan mimpi). (Q.S Yusuf : 36)

Hai kedua penghuni penjara, "Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamar; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku)." (Q.S Yusuf : 41)

Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang takbir mimpiku itu jika kamu dapat menakbirkan mimpiMereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menakbirkan mimpi itu." (Q.S Yusuf : 43- 44)

Namun begitu mimpi mereka (orang kafir) sangat jarang benarnya. Hal ini karena kekejian dan kekafiran mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan pada umumnya mimpi mereka adalah dari Syaithan. Akan tetapi kadang mereka melihat mimpi yang benar, selain itu masih dipertanyakan, apakah mimpi tersebut berasal dari Wahyu atau kita katakana satu dari 46 bagian kenabian?

Al Imam Al – Qurthubi menjawab hal ini, beliau mengatakan :

“Jika dikatakan bahwa mimpi yang benar itu adalah satu bagian dari kenabian, bagaimana mungkin orang yang kafir dan pendusta serta kacau keadaannya memperoleh atau bisa mendapatkannya?”
Jawabnya ialah bahwasanya orang yang kafir, fajir (Jahat), fasik dan pendusta itu, meskipun suatu ketika mimpi mereka benar, itu bukanlah dari wahyu dan bahkan juga bukan dai nubuwwah. Karena tidaklah semua yang benar dalam berita tentang perkara ghaib, lantas beritanya merupakan nubuwwah. Dan sudah dijelaskan dalam surat Al-An’am bahwa seorang dukun atau yang lainnya (paranormal dan sejenisnya) kadang-kadang menyampaikan suatu berita dengan pernyataan yang benar (haq) lalu dibenarkan(dipercayai). Akan tetapi hal itu sangat jarang dan sedikit sekali. Demikian pula mimpi mereka ini (Tafsir Al-Qurthubi (9/124))

Oya…kelupaan…satu  lagi yang harus difahami tentang mimpi para nabi Allah dan Rasul itu tidak sama dengan mimpi manusia lainnya, karena mimpi mereka adalah wahyu dari Allah Subhanhu Wa ta’alaa.

Ok..lanjut lagi ya , terus apa aja seh Sunnah yang dianjurkan ketika kita melihat Mimpi?”

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radiyallahuanh bahwasanya dia mendengar Nabi Shalallahu’alaihi wa salam bersabda : “Jika salah seorang kalian melihat mimpi yang disukainya maka itu adalah dari Allah, hendaklah dia memuji Allah karenanya, lalu ceritakanlah. Dan jika dia melihat selain itu dari mimpi yang tidak disukainya, maka itu adalah dari syaithan. Hendaklah dia berlindung dari kejahatannya, dan jangan menceritakannya kepada siapapun, maka itu tidak akan membahyakannya.” (HR Bukhari)

Dari Hadits tersebut bisa kita ketahui berarti ketika kita mendapat mimpi yang baik, pertama adalah  disunnahkan  Memuji Allah atas mipi itu. Falyahmidillaha ‘alaihaa (hendaklah dia memuji Allah karenanya).  Lalu selanjutnya untuk mimpi yang baik ini boleh diceritakan, eits tapi jangan menceritakannya ke sembarangan  orang  yaa…karenaa di sebagian riwayat disebutkan :

“Maka jika salah seorang kalian melihat mimpi yang disukainya janganlah dia ceritakan kecuali kepada orang yang dicintainya.” (Lihat Fathul Bari (12/368), diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Radiyallahuanh).

Dalam riwayat lain :

“Dan jangan dia kisahkan kecuali kepada orang yang menyayangi atau mempunyai pandangan.” (H.R Ahmad (4/10), dishahihkan dalam shahih Sunan Abu dawud,(3/947))

Dalam riwayat lain :

“Dan janganlah dia kishakan kecuali kepada orang yang alim (berilmu) atau pemberi nasehat (Ash Shahihah (1/186 no.120), lihat juga Fathul bari( 12/369))

dalam Al-Qur’an surat Yusuf  ayat 4 yang ana kutip sebelumnya pun sebenernya juga sudah dijelaskan, di situ kita lihat bagaimana Nabi Yakub ‘alaihi salam menasehati Nabi Yusuf ‘alaihi salam  untuk tidak menceritakan mimpinya itu kepada saudaranya yang lain, karena nabi Yakub tau bahwa saudara-saudara Nabi Yusuf yang lain iri hati kepada nabi Yusuf (keculi adiknya yang paling bungsu – Bunyamin)

So..jangan sembarangan juga menceritakan mimpi kita yaa sekalipun itu adalah mimpi yang baik.

Lalu bagaimana untuk mimpi yang buruk,

1.       mengucap ucapan do’a Isti’adzah (berlindung)
dalilnya Masih dari Hadits Abu sa’id Al Khudri Radiyallahuanh  di atas,

nah kalo untuk do’anya ini yang bisa kita ucapkan :
“Jika salah seorang kamu melihat dalam mimpinya apa yang tidak disukainya, hendaklah dia berkata ketika bangun tidur :”a’uudzubimaa ‘aadzat bihi malaaikatullahi wa rasuluhu min syarri ru-yaa ya hadzihi an yushiibanii fiihaa maa akrahu fii diinii wa dunyaa ya. (Aku berlindung dengan sesutau yang para Malaikat Allah dan Rasul-rasul-Nya berlindung dengannya dari kejahatan mimpiku ini (jangan sampai) aku ditimpa apa yang tidak aku sukai dalam urusan dien dan duniaku.)” (dishahihkan oleh Ibnu Hajar , Fathul Bari 12/371)

2.       Meludah ke arah kiri, dalil nya  hadits  dari abu Qatadah yang ana kutip sebelumnya di awal
Dari abu Qatadah dari Nabi shalallahu’alaihi wa salam :

“Mimpi yang benar adalah dari Allah dan alhulm dari syaithan. Maka jika seseorang kamu mengalami hulm, hendaklah dia berlindung daripadanya, lalu meludah ke arah kirinya, maka itu tidak akan membahayakannya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

3.       Menukar Posis tidurnya
Di dalam shahih Muslim, dari Jabir diriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada Nabi shalallahu’alaihi wa salam) :

“Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang tidak disukainya, maka hendaklah dia meludah kea rah kirinya tiga kali dan berlindung kepada Allah dari syaithan tiga kali, lalu mengubah posisi tidur yang sebelumnya.” (HR Muslim, dengan Syarh An-Nawai, 15/19)
4.      
Bangun dan menegakkan shalat

Dalilnya diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radiyallahuanh, bahwa Rasulullah bersabda :
“Maka jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang tidak disukainya, hendaklah dia bangun dan Shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 15/21)

5.       Tidak menceritakannya kepada siapapun
Dalilnya  juga masih bisa kita lihat dari  Hadits Abu sa’id Al Khudri Radiyallahuanh.

Ya iyalah..orang mimpi yang baik aja ga boleh sembarangn diceritakan..ya apalagi mimpi yang buruk yaa sudah tidak usah diceritakan.

Nah..Ikhwatifillah untuk efektifnya kalo kita mimpi buruk sebenernya yaa cukup bangun terus shalat dah…insya Allah dengan shalat sudah mencukupi, karena shalat menghimpun sunnah-sunnah yang telah disebutkan hadits-hadits di atas.

Dengan shalat berarti otomatis akan terdapat aktifitas seperti berpindah (mengganti Posisi), lalu meludah sebanyak 3 kali bisa kita lakukan ketika berkumur-kumur dalam wudlu,( coba bayangin kalo kita ambil sunnah meludah 3 kali ke arah kiri saja..mending kalo disebelah kita Jendela…lah kalo yang tidur di sebelah kiri kita Suami/Istri/Saudara kita gimana…? Masa mau kita ludahin he… ^_^), lalu ucapan do’a Istiadzah juga bisa kita baca dalam shalat, ditambah lagi baca surat-surat yang disunnahkan bisa menjauhkan kita dari syaithan seperti ayat kursi…Insya  Allah mencukupi.

Nah..ini saja kiranya yang dapat ana share…lebih dari ini afwan jiddan tidak ada pengetahuan ana padanya terlebih bila harus menjelaskan kaifiyah menafsirkan mimpi,

jadi kesimpulannya benar bahwa mimpi yang baik itu bisa di ta’wilkan, namun perlu difahami bahwa ilmu tentang ta’wil mimpi adalah termasuk ilmu para Nabi dan sebagian orang beriman yang Allah Kehendaki, wallahu’alam setelah generasi Tabi’in seperti salah satunya Muhammad Ibnu Sirrin apakah masih ada para ulama yang menguasainya, yang pasti ikhwatifillah jangan sembarangan menceritakan mimpi antum/na kepada seseorang yaa… selain itu meskipun mendapatkan mimpi yang baik janganlah hanya bersandar kepada mimpi tersebut sehingga kita malas atau bahkan menjadi tidak mau berusaha ingat firman Allah :

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Q.S Ar-Ra’d : 11)

Alhamdulillahirabbil ‘alamin…Al haqqu min Rabbik fa laa taquunanna minal mumtarin,  
Subhaanakallahumma wa bihamdika asyhadu alaa ilaaha illa anta astghhfiruka wa atuubu ilaika..

Wallahu a’lam bi shawab

Have a Nice Dream, ~_~ Z…z..Z…z…

Kamar Tidur, 22 Jumadil Akhir 1433 H, 11:30 PM
Muhammad Haritzahzen